Kenapa saya lebih senang menggunakan istilah tukang potret keliling. Karena sejak 2008, saat saya putuskan tuk hengkang dari Media tempat saya bernaung lebih dari 10 tahun, Media GO/Tabloid GO, saya memang mencari order berkeliling, dari pintu ke pintu, mengetuk hati para customer agar ada sedikit kerjaan dari mereka. Modal pertama saya tuk buka usaha ini adalah dana pinjaman kerabat sebesar Rp 50 juta. Namanya juga pinjaman namun belum lunas juga hingga kini hihihi. Kewajiban tuk melunasi berbenturan dengan kewajiban menafkahi keluarga yang ternyata lumayan berat juga.
Adalah Susy Rizky, sobat SMA saya yang sedari awal mensupport saya dengan order dan moril yang tidak hentinya dia beri. Beruntung, meski saya tukang potret keliling, kini order saya bukan di level jual foto lembar demi lembar. Saya menjadi fotografer yang kerap dipakai oleh Kafi Kurnia, pakar Markom lewat pertemanan dari Aries Prima. Beberapa event berskala internasional sudah jadi langganan rutin saya FHI (Food & Hotel Indonesia) sejak 2011 sudah saya lakoni, Food Ingredient, tidak terhitung event yang memiliki keterkaitan dengan pihak Kedubes Amerika Serikat lewat FAS (Foreign Agricultural Services). Satu pengalaman berharga saya ketika liputan kedatangan Michael Scuse (U.S. Department of Agriculture (USDA) Under Secretary-Wakil Pertanian Amerika Serikat), waktu itu saya agak penasaran, koq secret servicenya sudah bertebaran dimana-mana namun sang Wakil Menteri itu nggak kelihatan. Akhirnya setengah becanda, sobat saya yang mengadakan acara itu berujar,” Tuh disamping elo orangnya”. Saya pun kaget, ternyata Pria berambut putih yang berdiri dekat saya sedari tadi itu orangnya. Gilaa, kalau di sini, untuk selevel dirjen saja, kehadirannya sering dikawal oleh beberapa orang dan membuat kegaduhan yang lumayan mengganggu.
Di Boedoet, saya kerap turun di beberapa event reuni, baik ketika masih aktif sebagai awak Media GO maupun setelah retired. Turnamen Futsal, Invitasi Basket Alumni 80-an menjadi langganan saya. Satu yang pasti dan itu ciri khas saya, di acara olahraga itu, aksi di lapangan menjadi salah satu objek bidikan saya. Bukannya tanpa sebab, saya mantan awak media olahraga, jadi rasanya hambar ketika foto olahraga hanya berisi foto orang yang menonton atau aksi statis lainnya. Buat saya foto olahraga itu harus ada aksi ‘dogfight’ di lapangan. Oleh karena itu, kamera kesayangan saya pertama Nikon D300 itu ditemani lensa 17-50 & 70-200 semuanya bukaan F 2.8, agar dapat menangkap detil setiap pergerakan di lapangan. Namun saat ini saya lebih sering ditemani Nikon D7000 plus lensa sapujagad 18-200 F 3.5-5.6. Gelap hasil? Otomatis, apalagi ditempat gelap, tapi sejak 2 tahun terakhir saya bekerja di file RAW saya otomatis terang gelapnya bisa disesuaikan.
Saya tidak sehebat adik-adik saya seperti Bachroni Fauzi dimana ruang kerjanya hingga mancanegara sudah dipakai oleh Desainer sekelas Ramli pun memakainya atau sekelas adik saya Fajar Kristiono dimana workshop yang dikemasnya sudah membawanya ke seluruh Indonesia bahkan seputaran negara-negara Asean. Padahal jauh lebih dulu saya mengenal kamera dibanding mereka.
Seperti kata pepatah, Hidup adalah pilihan dan pilihan saya adalah tukang foto keliling, khususnya keliling Boedoet. Sebagian dari order yang masuk ke saya datang dari beberapa Alumni Boedoet. Dari situ saya bisa menafkahi keluarga. Saya tidak tahu langkah kedepan mau jadi fotografer apa, saya lebih nyaman jadi tukang foto keliling. (Mirza Ichwanuddin, Boedoet 85)
Sumber: ikaboedoet.com
Comments
Post a Comment