Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2011

Warung E’Mak Boedoet

Warung E’Mak Boedoet ini ada di Jalan Wahidin II, Jakarta Pusat. Warung E’Mak Boedoet ini memang jadi langganan tempat makan siswa SMA Negeri 1 Jakarta dan SMK Negeri 1 Jakarta. Dulu, tahun 1980, letak warung ini persis di depan SMAN 1 di Jalan Boedi Oetomo, tetapi sejak tahun 1987 pindah ke Jalan Wahidin II. Warung E’Mak Boedoet ini dikelola oleh Ibu Suhaenah. Buka setiap hari, kecuali Sabtu dan Minggu yang ngikutin jadwal libur pegawai dan murid sekolah. Bu Suhaenah menjual macem-macem makanan, mulai dari nasi, telur, sop iga sapi, tempe, tahu, ayam goreng, ati ayam, hingga gulai ikan mas. Anggi dan Annisa, siswa SMKN 1 Jakarta, biasanya makan siang sepulang sekolah di Warung E’Mak Boedoet. ”Makanannya enak dan murah. Seporsi nasi atau bihun sama sambal goreng kentang cuma Rp 4.000,” kata Anggi. Asyiknya nongkrong di Warung E’Mak Boedoet ini, kamu bisa dapat harga pelajar lho. Contohnya, makanan andalan, sop iga sapi dan gulai ikan mas, bisa kamu dapatkan dengan harga pelajar R

Istana Merdeka

Istana Negara dibangun tahun 1796 untuk kediaman pribadi seorang warga negara Belanda J.A van Braam. Pada tahun 1816 bangunan ini diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda dan digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta kediaman para Gubernur Jendral Belanda. Karenanya pada masa itu istana ini disebut juga sebagai Hotel Gubernur Jendral. Pada mulanya bangunan yang berarsitektur gaya Yunani kuno itu bertingkat dua, namun pada tahun 1848 bagian atasnya dibongkar, dan bagian depan lantai bawah dibuat lebih besar untuk memberi kesan lebih resmi. Bentuk bangunan hasil perubahan 1848 inilah yang bertahan sampai sekarang, tanpa perubahan yang berarti. Luas bangunan ini lebih kurang 3.375 meter persegi. Sesuai dengan fungsi istana ini, pajangan serta hiasannya cenderung memberi suasana sangat resmi. Bahkan kharismatik. Ada dua buah cermin besar peninggalan pemerintah Belanda, disamping hiasan dinding karya pelukis – pelukis besar, seperti Basoeki Abdoellah. Banyak peristiwa pent

Santa Ursula

Bangunan lain pada gambar no 2 yang masih terlihat kokoh dan menonjol dengan gentingnya adalah bangunan komplek sekolah Santa Ursula. Usia sekolah saat ini lebih dari 151 tahun, lebih tua dari bangunan Katedral Jakarta yang berada di sampingnya. Sekolah ini didirikan tahun 1859 oleh para suster Ursulin di Indonesia.  Sekolah Santa Ursula Jakarta ini saat ini menyelenggarakan pendidikan dari tingkat TK hingga SMA, dengan jumlah siswa seluruhnya sekitar  sekitar 5.000 anak.

Medan Merdeka (Koningsplein)

Sejarah: Pada akhir abad ke-18 ketika pemerintahan Hindia Belanda memindahkan pusat pemerintahannya dari Batavia lama (kini kawasan Jakarta Kota) ke Weltevreden (kini Jakarta Pusat), mereka membangun beberapa bangunan penting termasuk fasilitas lapangan. Dua lapangan utama di Weltevreden adalah Buffelsveld dan Waterloopein (kini Lapangan Banteng). Lapangan mulai dibangun pada masa pemerintahan Daendels di awal abad ke-19, Waterloopein menjadi lapangan utama yang digunakan untuk parade dan upacara. Lapangan Waterloopein dijadikan warga kota sebagai tempat berkumpul pada sore hari untuk bersosialisasi dan berkuda, sementara itu Buffelsveld (lapangan kerbau) pada 1809 dinamakan Champs de Mars oleh Daendels yang sangat dipengaruhi Perancis, dan digunakan sebagai lapangan untuk latihan militer. Pada 1818 di masa pemerintahan Inggris di Hindia di bawah pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles, lapangan ini diubah namanya menjadi Koningsplein (Lapangan Raja) sejak Gubernur Jenderal mulai men

Monumen Nasional (Monas)

Sejarah: Setelah pusat pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Jakarta setelah sebelumnya berkedudukan di Yogyakarta pada tahun 1950 menyusul pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1949, Presiden Sukarno mulai memikirkan pembangunan sebuah monumen nasional yang setara dengan Menara Eiffel di lapangan tepat di depan Istana Merdeka. Pembangunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terus membangkitkan inspirasi dan semangat patriotisme generasi saat ini dan mendatang. Pada tanggal 17 Agustus 1954 sebuah komite nasional dibentuk dan sayembara perancangan monumen nasional digelar pada tahun 1955. Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi hanya satu karya yang dibuat oleh Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan komite, antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan dapat bertahan selama berabad-abad. Sayembara kedua digelar pada tahun 1960 tapi

Wilhelmina Park

di tempat Mesjid Istiqlal sekarang, sebelumnya adalah taman yang luas dan indah. Banyak pepohonan yang rindang di dalamnya. Sungai Ciliwung yang mengalir waktu itu airnya masih sangat jernih, beberapa jembatan yang bagus di buat, menghubungkan kedua tepi sungai. Banyak orang yang datang dan duduk-duduk di bawah naungan kerimbunan pepohonan. Orang pribumi menamakan Wilhelmina Park dengan Gedung Tanah. Mungkin karena benteng Frederik Kendrik ada di tengah- tengahnya. Untuk memperingati serdadu Belanda yang tewas dalam perang Aceh, taman ini pernah berdiri sebuah monument. Namanya “Atjeh Monument”. Ternyata orang-orang Belanda dulu sangat menyukai taman di dalam kota. Berikut ini adalah sebagian dari nama taman-taman tersebut. Fromberg Park di Lapangan Monas sebelah timur laut. Agak di sebelah baratnya ada lah vondel Park. Di sebelah baratnya lagi berhadapan dengan Istana Merdeka, Deca Park. Planstsoen van Heutsz Boulevard sekarang bernama Taman Cut Meutia. Taman Suropati di seberang ge

Jalan Perwira (Willemslaan)

Foto sekitar awal abad ke-20 ini menunjukkan suasana di Brug (Jembatan) Willemslaan (kini Jalan Perwira), Jakarta Pusat. Jembatan ini berada di atas Sungai Ciliwung yang berdampingan dengan Masjid Istiqlal saat ini.Melalui foto tersebut, terlihat beberapa orang tengah berdiri di jembatan. Saat itu, Sungai Ciliwung masih lebar dan dalam. Di Jl Perwira sekarang ini, jembatan tersebut sudah tidak terlihat lagi. Letak Masjid Istiqlal yang mulai dibangun setelah Indonesia merdeka kira-kira berada di sebelah kanan taman dan pepohonan yang dulu. Sebelum dibangun Istiqlal, taman itu bernama Wilhelmina Park yang diambil dari nama Ratu Belanda Wilhelmina. Dia adalah nenek Ratu Beatrix dan ibu Ratu Juliana. Wilhelmina Park merupakan salah satu tempat rekreasi yang terkenal di Batavia tempo dulu. Di sini, terdapat kebun yang luas dan konon terdapat >bunkir>, semacam terowongan yang menembus hingga ke istana. Karena itu, orang Betawi menyebutnya 'Gedung Tanah'. Nama Willemslaan (J

Stasiun Gambir (Weltevreden)

Di Jakarta banyak wilayah yang memiliki sejarah panjang. Salah satunya Gambir. Dulu daerah Ini disebut Weltevreden. Pembangunan wilayah ini ditujukan untuk kawasan pemerintahan Hindia Belanda. Semula kawasan ini merupakan tanah rawa. Banyak Ilalang tumbuh di sana. Pemilik pertamanya adalah Anthony Paviljoen. Pada 1658 lahan ini disewakan kepada orang China. Pada 1697. lahan yang oleh penyewanya dijadikan kebun sayur-mayur dan perkebunan tebu ini dibeli oleh Cornelis Chastelein. Cornelis membangun sebuah rumah dengan dua kincir penggilingan tebu. Mungkin dialah yang memberi nama Wdtevredcn. yang diartikan sungguh puas. Kepemilikan wilayah Ini sempat beberapa kali berpindah tangan. Pada perkembangannya, sebagian dijadikan sebagai tempat peristirahatan. Sebagian lainnya untuk-lokasi pasar. Akhirnya pada zaman Gubernur Jenderal Daen-dels kawasan Weltevreden dikembangkan menjadi pusat pemerintahan. menggantikan kedudukan kota lama Batavia. Ketika Itu kondisi kota lama semakin buruk

Tugu Tani

Patung Pahlawan yang berada di taman segitiga Menteng ini dibuat pematung kenamaan Rusia bernama Matvel Manizer dan Otto Manizer. Patung ini dihadiahkan oleh pemerintah Uni Soviet pada saat itu kepada pemerintah Republik Indonesia sebagai manifestasi dari persahabatan kedua bangsa. Patung ini dibuat dari bahan perunggu, dibuat di Uni Soviet dan kemudian didatangkan ke Jakarta dengan kapal laut. Diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tahu 1963 dengan menempelkan plakat pada voetstuk berbunyi “Bangsa yang menghargai pahlawannya adalah bangsa yang besar”. Latar belakang Pembuatan Patung Pahlawan Pada kunjungan resmi Presiden Soekarno ke Uni Soviet pada akhir tahun lima puluhan, beliau sangat terkesan dengan adanya patung-patung yang ada di beberapa tempat di Moskow. Kemudian Bung Karno diperkenalkan dengan pematungnya Matvel Manizer dan anak laki-lakinya Otto Manizer. Bung Karno kemudian mengundang kedua pematung tersebut berkunjung ke Indonesia guna pembuatan sebuah patung mengenai

MULO ( Middelbare Uitgebreid Lager Onderwijs )

Dibangun pada tahun 1917 untuk digunakan sebagai sekolah MULO (Middelbare Uitgebreid Lager Onderwijs) setingkat SMP pada zaman Belanda. Setelah kemerdekaan bangunan ini tetap digunakan sebagai sekolah dengan nama SMPN 5.Bangunan depan terdiri dari dua lantai yang digunakan untuk ruang kepala sekolah, ruang-ruang guru dan staf administrasi. Bangunan sayap kiri dan kanan terletak memanjang kebelakang berlantai satu dan digunakan sebagai ruang-ruang kelas, kedua bangunan sayap tersebut dihubungkan dengan bangunan aula terbuka pada bagian belakang, sehingga membentuk ruang terbuka pada bagian tengah dan kiri difungsikan sebagai lapangan olah raga. Arsitektur : Romantic Modern dan Art Deco. Arsitek : Ir. JF. Van Hoytema. Penghargaan : Sertifikat Penghargaan Sadar Pemugaran tahun 1993 dari Pemerintah DKI Jakarta. SUMBER: http://www.jakarta.go.id/v70/index.php/en/bangunan-cagar-budaya/179-jakarta-pusat/1218-smpn-5

Gedung Mahkamah Agung (Departement Van Justitie)

Pada tahun 1809 Pemerintah Belanda membangun sebuah Istana yang menghadapi lapangan parade Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Selesai pada masa Gubernur Jenderal Du Bus pada tahun 1825. Pelaksananya adalah Ir. Tramp. Istana Weltvreden ini digunakan untuk tugas sehari-hari para Gubernur Jendral. Pada tanggal 1 Mei 1848 sebagian bangunan digunakan untuk Departemen Van Justitie (Mahkamah Agung). Sekarang seluruhnya digunakan untuk Mahkamah Agung.

Gedung Pos Jakarta, Saksi Bisu Korespondensi Masa Lalu (Kantoor Post, Telegraaf en Telefoon)

Jauh sebelum internet berkembang seperti saat ini, sejarah korespondensi di Indonesia, khususnya Jakarta telah dimulai sejak tahun 1913. Tepatnya seiring dengan dibangunnya Gedung Filateli atau Kantor Pos Besar di Jl Pasar Baru oleh arsitek Belanda John van Hoytema. Keberadaan gedung Kantor Pos ini sangat berkaitan dengan sejarah kawasan Weltervreden yang menjadi pusat kota Batavia, pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Daendels. Bentuknya yang lebar dan beratap tinggi, jelas menyiratkan adanya unsur arsitektur Eropa kuno saat itu. Seperti kebiasaan saat itu, keberadaan Gedung Kantor Pos pun akhirnya dijadikan nama jalan untuk area jalan yang ada di depan gedung tersebut, dengan menyebut Post Weg atau Jl Pos. Karena lokasinya yang strategis, Post Weg digunakan sebagai jalur transportasi darat dari Kota Tua menuju ke pusat kota Weltervreden. Namun, seiring perkembangan zaman pada masa pemerintahan di bawah kekuasaan Daendels, gedung ini akhirnya digunakan sebagai kantor pengiriman b

Kampung Senen

Senen merupakan salah satu kampung tua di wilayah DKI Jakarta. Semula luas wilayah kampung Senen mencapai 150 ha meliputi daerah Pasar Baru, Kwitang, Senen dan Gunung Sahari. Dengan adanya perluasan dan perkembangan kota Jakarta, Senen secara administratif menjadi suatu kelurahan dengan luas wilayah 79,2 ha terdiri dari 4 RW dan 51 RT. Adapun batas wilayah kelurahan Senen adalah sebagai berikut : - Sebelah utara dibatasi oleh jalan Gunung Sahari, jalan Senen Raya IV dan jalan Pejambon; - Sebelah timur dibatasi pintu kereta api yaitu Bungur Besar; - Sebelah selatan dibatasi jalan Kramat Bunder dan jalan Prapatan; - Sebelah barat dibatasi sungai Ciliwung. Menurut catatan sejarah, nama Senen diambil dari nama pasar yaitu Senin. Semula daerah Senen berupa rawa dan belukar. Dengan adanya perkembangan perekonomian dan melimpahnya hasil-hasil perkebunan, maka timbulah niat Justinus Vinck untuk mendirikan pasar. Setelah mendapatkan ijin dari pemerintah Hindia Belanda melalui Gubernur A

Lembaga Kantor Berita Nasional Antara (Gedong Berita ANETA /Algemeen Nuiews en Telegraaf Agentschap)

Naamloze Vennootschap (NV) Kantor Berita Antara didirikan pada tanggal 13 Desember 1937 oleh A.M. Sipahoetar, Soemanang,Adam Malik dan Pandoe Kartawigoena, saat semangat kemerdekaan nasional digerakkan oleh para pemuda pejuang. Sebagai Direktur pertama pada waktu itu adalah Sugondo Djojopuspito (mantan mahasiswa RH usia 33 th pada waktu itu, kawan Soemanang yang juga mantan mahasiswa RH), sedangkan Adam Malik (wartawan, usia 20 tahun pada waktu itu) adalah sebagai wakilnya (Redaktur). Pada tahun 1962, ANTARA resmi menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional yang berada langsung di bawah Presiden Republik Indonesia. Lembaga Kantor Berita Nasional Antara atau disingkat LKBN Antara merupakan kantor berita terbesar di Indonesia, yang sifatnya semi pemerintah, walaupun ketika pertama kali didirikan oleh para wartawan nasionalis pada masa penjajahan Belanda sebelum PD II sepenuhnya merupakan usaha swasta. Agar dapat memanfaatkan berbagai peluang bisnis dan untuk menghadapi tantangan konvergen

Hotel Wisse di Rijswijk (Jl Veteran)

Jalan Veteran (Rijswijk) tempat Istana Negara berada di masa kolonial merupakan kawasan elite. Di seberang Jl Veteran yang dibelah dengan Kali Ciliwung terdapat Jl Juanda (Noordwijk). Di ujung kedua jalan tersebut terdapat kawasan Harmoni. Di ketiga tempat tersebut pada masa kolonial terdapat belasan hotel. Salah satunya adalah Hotel Wisse di Rijswijk seperti terlihat dalam foto. Foto yang diabadikan sekitar 1870-an terlihat satu keluarga tamu tengah meninggalkan hotel menggunakan delman, angkutan utama kala itu. Terlihat beberapa pegawai hotel yang berpakaian putih-putih dengan peci (semacam helm) warna yang sama. Di samping kanan, terlihat beberapa kereta, satu di antaranya ditarik dua ekor kuda yang siap untuk membawa para tamu. Ketika itu, Batavia belum memiliki mobil. Di samping Hotel Wisse, di Rijswijk terdapat sejumlah hotel lainnya, seperti Hotel Cavadino di sudut Jl Veteran dan Jl Veteran I (kala itu Citadelweg), Java Hotel yang kini menjadi bagian belakang Markas Besar Angk

Gedung Pos Indonesia

Gedung Pos Ibukota atau juga sering disebut sebagai Kantor Pos Jakarta Pusat, bangunan ini merupakan bangunan baru. Peresmiannya dilakukan oleh Presiden Suharto pada tanggal 31 Desember 1991.

Rijswijk, Noordwijk, dan Warga Yahudi

Warga Belanda beramai-ramai meninggalkan ‘kota lama’ di Pasar Ikan, yang dianggap sumpek dan sarang penyakit. Rijswijk (Jl Veteran) dan Noordwijk (Jl Juanda), saat itu lantas menjadi kawasan paling elite di Batavia. Di kedua jalan yang diapit kanal dari sodetan Kali Ciliwung, yang selalu dipenuhi sampan hilir mudik membawa berbagai barang, berdiri gedung dan rumah mewah tertata rapi. Di kedua jalan yang memanjang hingga ke Jl Pintu Air dan Pasar Baru, terdapat sejumlah hotel cukup baik, tempat hiburan, dan toko serba ada yang mendatangkan berbagai produk buatan Eropa. Pada masa Raffles (1811-1816), gubernur jenderal yang berambisi agar Hindia Belanda terus berada dalam kekuasaan Inggris, telah menyulap Rijswijk dan Noordwijk jadi kawasan Eropa. Untuk melampiaskan ambisinya, pendiri kota Singapura ini menggusur tempat pemakaman, rumah penduduk, dan toko milik Tionghoa. Dia sendiri membangun sebuah rumah mewah, yang pada 1840 menjadi Hotel der Nederlanden: hotel paling bergengsi di B

Naik Kereta Api ke Passer Baroe (Passer Baroestraat)

KOMPAS.com — Tahun 1821, sebuah pasar baru dibuka oleh Daendels. Pasar itu dibikin untuk membedakan Pasar Senen dan Pasar Tanah Abang yang sudah didirikan lebih dulu pada 1733 oleh tuan tanah Justinus Vinck. Sebagai pasar yang baru di kawasan Weltevreden, pasar itu kemudian diberi nama Passer Baroe. Pasar ini dibangun dengan sistem los (disewakan per ruang). Passer Baroe, yang terletak tak jauh dari Rijswijk dan Noordwijk (Jalan Veteran dan Jalan Juanda), merupakan pasar untuk kalangan elite di masa itu. Di pasar inilah untuk pertama kalinya sebuah toko menjual berbagai barang dengan mencantumkan harga pas. Toko itu milik Tio Tek Hong, pria asal Pasar Baru, dan ia pula yang merintis kebiasaan menutup toko setiap hari Minggu dan hari raya, demikian dipaparkan Ketua Komunitas Jelajah Budaya Kartum Setiawan. Kawasan Pasar Baru sejak abad ke-19 itu juga dihuni oleh warga Tionghoa yang kemudian membuka usaha di pasar ini. Hanya sedikit yang bertahan hingga kini. Sebut saja Toko Lie Ie

Gedung Pancasila (Volksraad)

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda berkuasa di Indonesia, sejumlah bangunan gedung pemerintahan didirikan di sekitar kawasan yang kini disebut sebagai Taman Pejambon dan Lapangan Banteng di Jakarta. Gedung-gedung tersebut ialah Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad) di Jalan Pejambon 6, Dewan Hindia Belanda di Pejambon 2 (Raad van Indie, sekarang menjadi bagian dari gedung Departemen Luar Negeri), Gereja Katolik Roma di sisi timur Lapangan Banteng, dan Gedung Keuangan. Susunan letak dari keempat gedung tersebut seolah-olah berada dalam sebuah lingkaran yang besar. Di sisi timur terletak gedung Pengadilan Tinggi, Benteng Pangeran Frederick (bekas benteng bawah tanah pasukan Belanda), Gereja Immanuel dan Stasiun Kereta Api Gambir yang terletak berhadapan di Jalan Merdeka Timur. Bangunan Benteng Pangeran Frederick telah dipugar dan di bekas lahannya tersebut saat ini telah didirikan Masjid Istiqlal yang megah. Gedung Volksraad saat ini dikenal sebagai Gedung Pancasila dan sekarang men