Sebulan yang lalu handphone berdering dari nomor yang tidak Aku kenal, si penelpon memperkenalkan diri sebagai si Nganu dari Basis 63 Priok. Si Nganu bermaksud mengajak silaturahim alumni-alumni Boedoet yang ada di Kota Kembang ini. Aku jawab Insya Allah. Dan pertemuan itu pun terlaksana di 'Ngopi Doeloe' yang terletak di jalan Hasanudin, Bandung. Punten pisan Aku tidak bisa hadir karena sebab sesuatu hal yang lain. Dan mereka share pertemuan perdana mereka di grup WhatsApp 'Boedoet Bandung'.
Hari ini (19/1/17) undangan untuk kumpul lagi di salah satu resto di jalan Dipati Ukur kembali bergaung di grup WhatsApp yang membernya hanya berisi 7 orang. Awalnya mereka akan kumpul di kawasan Punclut, disana banyak berdiri rumah makan sunda dengan view kota Bandung. Tapi berhubung tidak semua bisa hadir, akhirnya pertemuan digeser ke daerah Dipati Ukur.
Jarak resto tersebut dengan rumahku kurang lebih sekitar 500 meter, jadi cukup dengan berjalan kaki selepas Isya. Pertemuan yang asing, tak ada satupun orang-orang dalam grup WhatsApp tersebut yang Aku kenal, kami hanya tahu bahwa kami adalah mantan pelajar jalan Budi Utomo. Entah dari SMA, entah dari STM, entah pula dari basis mana. Yang mendorong kami bertemu hanyalah karena kami masih berjiwa Boedoet, sampai akhir. Jika dipikir-pikir jiwa militansi kami terhadap Boedoet tidak jauh berbeda seperti supporter sepak bola saja.
Aku sudah berdiri di depan resto yang dituju, tapi untuk memastikan agar tak salah orang Aku voice massenger salah satunya, oh rupanya mereka ada di lantai 2. Setelah di lantai 2 hanya ada 2 orang, satunya Muslimah berhijab dan satunya profesional muda yang bekerja di salah satu perusahaan di Bandung. Setelah ngobrol basi-basi tentang Boedoet, barulah kami bertiga berbincang kepada hal-hal yang lebih serius, dan perbincangan ini cepat cair layaknya orang yang sudah kenal puluhan tahun, padahal kami baru bertemu beberapa menit yang lalu.
Aku ceritakan tentang dua orang teman baruku ini, yang berhijab namanya Ira basis 52 (Pulo Gadung), anak STM 1. Ia ibu rumah tangga yang mengikuti suaminya yang kebetulan sedang berdinas di kota Bandung. Satunya lagi bernama Eko, dari sekolah yang sama tapi berasal dari basis 63 (Priok). Eko ini bekerja di salah satu perusahaan otomotif di kota Bandung juga. Sedangkan Aku sendiri?, tak perlulah Aku curhat di sini, hehehe.
Ditengah perbincangan kami yang sudah mulai cair dan akrab, bergabunglah anak dari basis 63 dan masih dari almamater yang sama, Will namanya alias Bule. Seorang pengusaha muda yang sukses dalam bisnis peternakan dan bertempat tinggal di daerah Metro Bandung.
Setelah Will datang, perbincangan lebih ke hal yang berat dan serius. Obrolan mulai membahas visi dan misi Boedoet di Bandung, gerakan-gerakan sosial yang akan kita rencanakan ke depannya. Menurutku idenya cukup bagus, dibandingkan kita kumpul-kumpul hanya cekakak cekikik tanpa hasil. Minimal ada kegiatan sebagai bentuk eksistensi dan wadah pemersatu kami di perantauan ini.
Malam sudah menunjukan pukul 22, saatnya kami membubarkan diri. Ira dijemput suaminya, rumahnya memang tak jauh dari tempat kami bertemu. Sedangkan Eko dan Will melanjutkan silahturahmi ke rumahku sekedar untuk mencicipi segelas teh manis hangat.
Boedoet memang unik, kami sekolah di sekolahan yang berbeda, dari angkatan yang berbeda, dari basis yang berbeda, tapi jika kami masuk di sebuah kota, baik untuk tujuan wisata, bekerja atau menetap. Kami berusaha untuk mencari informasi dari medsos tentang informasi keberadaan anak-anak Boedoet di kota tersebut.
Terbukti sekarang sudah terbentuk beberapa chapter, walau hanya sebuah organisasi tanpa bentuk. Contoh chapter yang sudah terbentuk sampai saat ini adalah Boedoet Region Cibinong, Boedoet Region Bali dan Boedoet Region Minang. Itu baru dari alumni tekniknya, belum dari anak-anak SMA 1. Tujuannya apa?, Sudah pasti silaturahim yang kami ke depankan terlebih dahulu, selebihnya persaudaraan yang akan menuntun pergerakan kami ke depannya.
Boedoet memang unik. Jadi jika kita sedang berada di sebuah kota dan melihat seseorang dengan pede dan gagahnya memakai kaos Boedoet, hampiri dan sapalah dia. Boedoet memang unik, walau kami sudah bukan pelajar lagi tapi kami sangat bangga jika memakai kaos Boedoet layaknya seorang supporter. Dan Boedoet memang unik, tujuh huruf yang merangkai satu kata dan bisa menyatukan kita semua.
Boedoet Brotherhood.
Bandung, 19 Januari 2017.
Comments
Post a Comment