Skip to main content

Chairul Tanjung (SMAN 1)



Apa yang dilakukan Chairul Tanjung saat krisis finansial global memuncak? Dia pergi ke pusat kumparan krisis, mempelajari duduk persoalan, lalu membaginya kepada banyak orang agar kesalahan yang sama tidak terulang.

"Saya ke Amerika [Serikat] tiga kali, menemui semua CEO [chief executive officer]...semua the top guys di AS. Belajar banyak maka saya dapat banyak...Saya pulang, ceramah keliling Indonesia untuk customer Bank Mega. Saya ceritakan kenapa krisis? Apa salahnya? Lima menit, mereka mengerti semua, tanya jawab 30 menit, pulang mereka happy," tuturnya.

Seperti yang terjadi malam itu, pada awal 2009, ketika krisis finansial global masih menerpa. Di depan ratusan nasabah utama Bank Mega cabang Balikpapan, Chairul berceramah, sama sekali tidak terdengar nada pesimistis, bahkan sebaliknya.

Para nasabah bertanya silih berganti, dijawab dengan tangkas. Dia berbagi bagaimana gelembung ekonomi [bubble economic] dunia itu terjadi, yakni membesar dengan cepat untuk kemudian meletus. Dari sini dia mengajak audience belajar agar 'tak boleh mengulang kesalahan yang sama'.

Malam makin larut ketika para tetamu telah usai diantar pulang. Tiba-tiba Chairul mengajak para direksi dan karyawan lokal Bank Mega bernyanyi. Semua terlihat canggung, kecuali Chairul.

Lalu mengalunlah Kamu Ketahuan, lagu milik Mata, sebuah grup band yang lagi digandrungi anak muda. Oo..Oo.. Kamu ketahuan pacaran lagi// Dengan dirinya teman baikku// Tapi tak mengapa aku tak heran// Karena dirimu cinta sesaatku.

Baru setelah reffrain lagu itu mengalun lumayan merdu dari bibir Chairul, para karyawan yang kikuk mulai bergoyang dan ballroom sebuah hotel berbintang di Balikpapan itu riuh. Rasa canggung telah mencair, seseorang berbisik, "Baru tahu kalau ternyata CT suka nyanyi, saya kira pengusaha yang selalu serius."

Chairul Tanjung, sebagaimana umumnya orang lain memang butuh melepaskan ketegangan, setelah hari-hari serius menjalankan bisnis. Mungkin, itu pula yang membuat penampilannya selalu terlihat segar dengan banyak senyum yang mengembang di bibirnya.

Kini, di bawah genggamannya CT Corporation metamorfosis dari Grup Para telah berkembang sedemikian rupa melalui tiga induk utama yakni Mega Global Finance untuk finansial, Trans Corp untuk media, lifestyle, ritel dan entertaintment serta CT Global Resources yang menangani sumber daya alam dan infrastruktur.

"Jadi kami sekarang sedang sewa Landors [perusahaan konsultan merek], proses untuk pencitraan baru...Kan Para Group ini sudah terlalu kuno," tutur Chairul tentang perubahan nama grup yang telah diinisiasi beberapa tahun terakhir.

Bisa dibilang, dari tiga perusahaan induk tersebut, Mega Global dan Transcorp yang menjadi tulang punggung bisnis CT Corporation saat ini. CT Resources, baru merupakan rintisan grup ini dalam merambah bisnis baru termasuk sektor agribisnis, salah satunya pembukaan perkebunan kelapa sawit di beberapa daerah seperti Kalimantan.

Mega Corp, yang pilarnya ditopang oleh Bank Mega, kini juga mengendalikan perusahaan asuransi, sekuritas, multifinance, hingga bank umum syariah. Bank Mega-dulu Bank Karman-dibeli pada 1996 dengan aset Rp300 miliar, kini telah berlipat menjadi lebih dari seratus kali lipatnya.

Di lini ini, ada juga Bank Syariah Mega Indonesia yang diakuisisi pada 2002 dari nama lama Bank Tugu. Bank ini sedang gencar menggarap sektor usaha mikro melalui Mega Mitra Syariah. Selain itu ada asuransi Mega Life, perusahaan sekuritas Mega Capital dan terakhir dua perusahaan pembiayaan yakni Mega Central Finance dan Mega Auto Finance.

Tangan dingin Chairul mengelola usaha juga terlihat dari mengilapnya bisnis Trans TV dan Trans 7. Dua stasiun TV inilah yang disebut-sebut sebagai 'lumbung emas' CT Corporation dengan mencetak laba bersih tak kurang dari Rp1 triliun setiap tahun. "Buat saya, media sekarang ini is my business...it's my champion," tuturnya.

Karena itu, kabarnya, Chairul sedang melirik stasiun tv baru, media online dan surat kabar untuk diintegrasikan.

Sayap bisnis yang makin terbentang membuat Chairul Tanjung makin percaya diri. April tahun ini, sebuah kejutan kembali terjadi, Trans Corp mengambil alih saham PT Carrefour Indonesia, perusahaan ritel dengan omzet Rp11,37 triliun tahun lalu.

Langkah ini tak hanya mengagetkan para kompetitor ritel Carrefour seperti Hypermart, milik Grup Lippo, tetapi juga menjadi rekor akuisisi pengusaha lokal terhadap perusahaan multinasional. Bahkan, kemungkinan besar aksi ini berlanjut dengan akuisisi sejenis Carrefour di Malaysia dan Singapura.

****

Lahir di Jakarta 16 Juni 1962, Chairul Tanjung praktis pernah hidup miskin dan kaya. Pada masa orde lama, ayahnya A.G Tanjung adalah seorang wartawan sekaligus penerbit lima surat kabar.

Namun, usaha itu ditutup pada masa Orde Baru karena berseberangan secara politik dengan penguasa, dan membuat ekonomi keluarga Tanjung merosot.

Lulus dari SMA Boedi Oetomo -SMA Negeri 1 Jakarta-Chairul diterima di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Ketika kuliah inilah dia mulai mengenal bisnis, dengan berjualan buku, kaos, hingga membuka usaha fotokopi.

Selepas kuliah, Chairul pernah mendirikan PT Pariarti Shindutama pada 1987 bersama tiga rekannya, setelah sebelumnya gagal berdagang peralatan kedokteran di bilangan Senen, Jakarta Pusat. Bermodal awal Rp150 juta dari Bank Exim, mereka memproduksi sepatu anak-anak.

Dari situ bisnisnya perlahan membesar, justru setelah pisah kongsi dari Pariarti dan memilih mengembangkan usaha sendiri. Lompatan terbesarnya terjadi saat ia mengambil alih Bank Karman pada 1996, momentum yang menggelindingkan bisnis Grup Para bak bola salju.

Bersama Anthony Salim, Chairul sejak beberapa tahun lalu mengembangkan properti di Batam, selain Asia Medic, sebuah perusahaan kesehatan di Singapura.

Bagi pria yang sempat menjadi Ketua Umum Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) ini, menjalankan bisnis harus diikuti dengan idealisme. "Kalau you bisnis dengan idealisme, maka ini akan sustain, kalau you cuma bisnis doang tanpa idealisme, dia nggak akan sustain."

Tak heran jika CT Corporation kini menjadi salah satu konglomerasi yang sangat diperhitungkan. Hasil ini mulai membuat majalah Forbes memilih Chairul Tanjung sebagai orang terkaya di dunia ke-937 dunia dengan kekayaan US$1 miliar.

Kini di puncak kemapanan, Chairul Tanjung masih terus berlari bersama idealisme dalam berbisnis. Dia mengatakan akan melakukan apa pun untuk bisnisnya, "guna memastikan untuk jadi alat saya menjadikan bangsa Indonesia lebih baik." (hery.trianto@bisnis.co.id)

Pendididkan
- SD Van Lith, Jakarta (1975)
- SMP Van Lith, Jakarta (1978)
- SMA Negeri I Budi Utomo, Jakarta (1981)
- Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (1987)

Kegiatan Lain
- Anggota Komite Penasihat Prakarsa Jakarta (Restrukturisasi Perusahaan)
- Delegasi Indonesia untuk Asia-Europe Business Forum
- Anggota Pacific Basin Economic Council
- Pengurus Yayasan Kesenian Jakarta
- Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia
- Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia
- Ketua Yayasan Indonesia Forum


Comments

Popular posts from this blog

Rute Bus Kota "PPD" Reguler Jaman Dulu

PPD Reguler 10 Jurusan : Terminal Blok M - Terminal Senen. Rute: Terminal Blok M - Radio Dalam - Velbak - Sudirman - Thamrin - Monas - Harmoni - Pasar Baru - Terminal Senen - Tripoli - Pejambon - Gambir - Monas - Dukuh Atas - Thamrin - Sudirman - Pakubuwono - Taman Puring. PPD Reguler 11 Jurusan : Terminal Blok M - Pejambon Rute : Terminal Blok M - Kyai Maja - Barito - Velbak - Pakubuwono - Hang Lekir - Jenderal Sudirman - Imam Bonjol - Diponegoro - Salemba Raya - Kramat Raya - Kwini II - Pejambon PPD Reguler 12 Jurusan : Terminal Blok M - Lapangan Banteng Utara Rute : Terminal Blok M - Iskandarsyah - Senopati - Bundaran Senayan - Jenderal Sudirman - Hotel Indonesia - MH. Thamrin - Merdeka Barat - Majapahit - IR. H. Juanda - Jl. Pos - Gedung Kesenian - Lapangan Banteng Utara PPD Reguler 13 Jurusan : Terminal Lebak Bulus - Pejambon Rute : Terminal Lebak Bulus - RS Fatmawati - Wijaya II - Wijaya I - Senopati - Sudirman - Imam Bonjol - Diponegoro - Salemba Raya - Kramat

Sepenggal Kisah Tragedi Boedoet Kelabu 1989

Ini sepenggal kisah pribadi yang terjadi 20 tahun yang lalu di awal bulan Oktober 1989 di jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat. Bukan bermaksud untuk menguak kembali luka lama yang telah berlalu, tapi ini hanya sebuah cermin bagi generasi-generasi berikutnya untuk lebih menghargai arti sebuah persatuan dan kesatuan diantara sesama anak bangsa. Sebagai salah seorang siswa baru di SMA Negeri 1, saya termaksud orang yang dapat berbangga hati karena dapat diterima disebuah sekolah favorit yang isinya memang banyak dari kalangan anak-anak borju dan pejabat. Mungkin diantara ratusan murid SMA 1 hanya sayalah yang kere dan tak pernah bisa berdandan rapi. Penampilan saya lebih banyak meniru tokoh novel remaja yang ngetop saat itu, Lupus. Baju selalu dikeluarkan dengan kancing bagian atas dibiarkan terbuka. Kedua lengan baju digulung walaupun tak berotot, tas dengan tali yang panjang sampai sebatas paha, sepatu capung alias Butterfly dan tak lupa celana abu-abu yang sudah dekil karena sudah semi

Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi IKA BTOT 19A

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA ORGANISASI IKATAN ALUMNI BOEDOET TOT 19A (IKA BTOT 19A) ANGGARAN DASAR MUKADIMAH Dengan rahmat Tuhan yang Maha pengasih dan Maha penyayang, serta diiringi kesadaran akan kewajiban dan tanggung jawab sebagai alumni SMA Negeri 1, STM/SMK Negeri 1, ex.STM Negeri 5 (kini SMK Negeri 4), ex.STM PGRI 4 (kini SMK PGRI 10), ex.STM PGRI 5 (kini SMK PGRI 11) dan berdomisili di jalur Bis ex.Patas Mayasari Bhakti 19A jurusan Pasar Baru - Kalimalang. Yang dahulu atau kini sekolah-sekolah tersebut berkedudukan di Jalan Budi Utomo Jakarta Pusat dalam usaha pengabdian kepada almamater khususnya dan masyarakat serta bangsa pada umumnya, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, maka dengan itikad luhur demi terwujudnya cita-cita tersebut, dibentuklah suatu organisasi dengan nama Ikatan Alumni Boedoet TOT 19A. BAB I NAMA, WAKTU dan TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Organisasi ini bernama Ikatan Alumni Boedoet TOT 19A, disingkat IKA BTOT 19A. 2. IKA BTOT 19A d