Skip to main content

"Disini kami lahir, disini kami besar. Disini kami merasa, bodoh"


in Memorial Boedoet 1946-20..... SMA Negeri 1, STM Negeri 1, STM Negeri 5, STM PGRI 4, STM PGRI 5, 5 Sekolah saling bersebelahan dan hanya dibatasi oleh tembok pemisah sekolah, didalamnya terdapat ribuan murid yang belajar dan bersatu dalam satu ruas jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat. Pelajar-pelajar dari seantero Jabodetabek berkumpul untuk menuntut ilmu, dan berbagai macam karakter orang bersentuhan serta bersosialisasi hingga terbentuk sebuah kesamaan dalam sebuah solidaritas. Dari sebuah solidaritas lahirlah sebuah fanatisme akan sebuah nama besar yang selalu dikenang sepanjang hidup kami. Boedoet, telah memberikan dan mengajarkan kami arti besar sebuah kebersamaan dan persaudaraan yang hakiki hingga puluhan tahun kemudian setelah kami tak lagi memakai putih abu-abu. Boedoet memberikan kebanggaan kepada diri kami, sehingga membuat kesulitan bagi kami untuk menyandangnya. Pergi dan pulang sekolah adalah pelajaran ekstra yang harus kami tempuh hanya untuk sampai ditujuan, pelajaran hidup tentang mempertahankan nyawa dibadan dan gengsi sebuah nama besar. Angkutan umum menjadi sarana vital kami untuk pergi dan pulang sekolah, tapi sarana umum ini sudah tak aman untuk kami. Setiap hari kami harus mempertaruhkan nyawa didalam angkutan ini, pelajar-pelajar sekolah lain setiap hari selalu menunggu kami lengah. Tapi Boedoet telah banyak mengajarkan kami untuk saling melindungi dan menyayangi satu sama lain, walau kami berbeda Plang Sekolah, tapi kami disatukan oleh Plang Jalan. Setiap pergi dan pulang kami saling menjaga dan melindungi satu sama lain, dalam Basis-basis angkutan umum. Dibasis inilah kami diajarkan menjadi seorang laki-laki pemberani walau dihati kami merasa adalah seorang pengecut. Tapi kami harus tetap berdusta pada diri sendiri jika tidak ingin dibilang banci. Kenangan puluhan tahun yang lalu itu tetap tersimpan dalam benak kami, walau kami kini terpisahkan satu sama lain oleh waktu dan jarak. Kebersamaan itu kini telah tiada, 3 sekolah (STM Negeri 5, STM PGRI 4, STM PGRI 5) kini telah tiada dari jalan Budi Utomo. Benar adanya kata-kata dalam lagu Iwan Fals, "Disini kami lahir, disini kami besar. Disini kami merasa, bodoh".


Comments

Popular posts from this blog

Rute Bus Kota "PPD" Reguler Jaman Dulu

PPD Reguler 10 Jurusan : Terminal Blok M - Terminal Senen. Rute: Terminal Blok M - Radio Dalam - Velbak - Sudirman - Thamrin - Monas - Harmoni - Pasar Baru - Terminal Senen - Tripoli - Pejambon - Gambir - Monas - Dukuh Atas - Thamrin - Sudirman - Pakubuwono - Taman Puring. PPD Reguler 11 Jurusan : Terminal Blok M - Pejambon Rute : Terminal Blok M - Kyai Maja - Barito - Velbak - Pakubuwono - Hang Lekir - Jenderal Sudirman - Imam Bonjol - Diponegoro - Salemba Raya - Kramat Raya - Kwini II - Pejambon PPD Reguler 12 Jurusan : Terminal Blok M - Lapangan Banteng Utara Rute : Terminal Blok M - Iskandarsyah - Senopati - Bundaran Senayan - Jenderal Sudirman - Hotel Indonesia - MH. Thamrin - Merdeka Barat - Majapahit - IR. H. Juanda - Jl. Pos - Gedung Kesenian - Lapangan Banteng Utara PPD Reguler 13 Jurusan : Terminal Lebak Bulus - Pejambon Rute : Terminal Lebak Bulus - RS Fatmawati - Wijaya II - Wijaya I - Senopati - Sudirman - Imam Bonjol - Diponegoro - Salemba Raya - Kramat

Sepenggal Kisah Tragedi Boedoet Kelabu 1989

Ini sepenggal kisah pribadi yang terjadi 20 tahun yang lalu di awal bulan Oktober 1989 di jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat. Bukan bermaksud untuk menguak kembali luka lama yang telah berlalu, tapi ini hanya sebuah cermin bagi generasi-generasi berikutnya untuk lebih menghargai arti sebuah persatuan dan kesatuan diantara sesama anak bangsa. Sebagai salah seorang siswa baru di SMA Negeri 1, saya termaksud orang yang dapat berbangga hati karena dapat diterima disebuah sekolah favorit yang isinya memang banyak dari kalangan anak-anak borju dan pejabat. Mungkin diantara ratusan murid SMA 1 hanya sayalah yang kere dan tak pernah bisa berdandan rapi. Penampilan saya lebih banyak meniru tokoh novel remaja yang ngetop saat itu, Lupus. Baju selalu dikeluarkan dengan kancing bagian atas dibiarkan terbuka. Kedua lengan baju digulung walaupun tak berotot, tas dengan tali yang panjang sampai sebatas paha, sepatu capung alias Butterfly dan tak lupa celana abu-abu yang sudah dekil karena sudah semi

Pemisahan Aliran Kali Bekasi dan Kalimalang, Memisahkan antara Anugrah dan Musibah

Pemisahan Aliran Kali Bekasi dan Kalimalang, Memisahkan antara Anugrah dan Musibah “Entuh (pertemuan Kali Bekasi dengan Kalimalang / Kali Tarum Barat) dulu, kali prempuan ama kali lakian ga pernah nyatu, baru karang-karang enih aja nyatunya.” (“Itu dahulu, kali perempuan dengan kali lelaki tidak pernah bersatu, baru sekarang ini saja bersatunya”). Begitulah yang digambarkan nenek saya ketika bercerita tentang Kali Bekasi dan Kali Tarum Barat atau sering dikenal dengan nama Kalimalang. Kali Bekasi yang mengaliri air dengan deras meliuk-liuk gagah seperti jalan ular dari hulunya di selatan yang berada di pegunungan di Bogor sampai ke muaranya di laut utara Jawa, diidentikkan dengan sosok laki-laki. Sedang kali buatan Kali Tarum Barat (Kalimalang) yang begitu tenang mengaliri air dari Waduk Jatiluhur di sebelah timur ke barat di Bekasi dan Jakarta, digambarkan dengan sosok perempuan. Menurut cerita nenek, awalnya air Kalimalang dengan air Kali Bekasi diceritakan “ga bisa dikawinin” (“tida