Skip to main content

Bercengkerama Bersama Angin Malam


Di basis 19A ada pameo, kalau mau bikin acara ga usah direncanain, ujung-ujungnya ga jadi, hehehe. Ah, itu mah cuma guyonan aja. Sebenarnya cuma ga ada yang bisa gerakin aja, karena yang tua-tua sudah sibuk sama urusan pekerjaan dan keluarganya masing-masing. Sedangkan yang muda-muda masih sungkan untuk berbaur sama yang tua-tua, lagi pula mereka masih asik dengan dunianya sendiri, kan mereka belum lama bergabung dalam keluarga besar Boedoet.

Tersiar kabar di Twitter bahwa tanggal 31 Januari 2016 yang lalu akan ada Kopdar 19A di bekas Base Campnya, tepatnya di Lampiri Kalimalang. Aku hanya menanggapinya dingin saja, apalagi di Grup BBM 19A sepi komentar akan acara tersebut, berarti sepi peminat dan omdo doang seperti yang sudah-sudah.

Selepas Magrib aku berangkat dari rumah menuju Lampiri, iseng aja, siapa tahu ada yang datang. Aku tak langsung menuju halte Lampiri, tapi menyeberang ke jembatan Lampiri untuk mencari makan malam, kebetulan di sana ada tongseng, sudah lama aku tak makan tongseng di sana.

Baru beberapa saat menikmati nasi tongseng, berdering handphoneku. "Emh... si PW"!, gumanku dalam hati. "Hallo, bro. Lu di mana!". "Lagi makan di jembatan Lampiri"!, jawabku masih sambil mengunyah makanan di mulut. "Ada Ongot tuh di halte!", katanya. "Iya, nanti gue kesana. Lu datang?", tanyaku. "Nanti gue nyusul, masih di jalan!". "Oke deh!", jawabku. Dan teleponpun terputus, akupun melanjutkan makan malam yang sempat tertunda.

Akupun bergegas menyeberangi perapatan Lampiri yang cukup padat, mungkin karena malam ini adalah malam minggu. Jalan Kalimalang ini memang sedang semerawut sejak di mulai lagi pembangunan tol layang Bekasi - Kampung Melayu yang sempat mangkrak cukup lama. Tiba di warkop si Mamang, terlihatnya wajah preman ganteng, Om Ongot. Diapun langsung ngedumel karena baru dia saja yang datang, akupun berusaha menghiburnya. "Kalo sampai jam 9 nanti ga ada yang nonggol kita bubar!", kataku kepada Om Ongot.

Belum jam 9, Om Akbar datang bersama istri dan 2 anaknya. Obrolan basi-basipun di mulai, moment ini segera aku abadikan dan di share ke Grup BBM, kemudian koment-koment di gruppun mulai ramai bermunculan. Tak lama kemudian satu persatu wajah-wajah muda belia bermunculan mengendarai sepeda motor, beberapa di antaranya mengenakan kaos Boedoet, pelajar. Satu persatu mereka menghampiri kami bertiga dan mencium tangan-tangan kami. Emh... terasa seperti Ustadz aja, hehehe.

Hari semakin larut, semakin banyak alumni-alumni dan pelajar yang berdatangan, bahkan ada yang langsung mampir sepulang kerja. Beberapa alumni masih berusia 20 - 30 tahunan, wajah yang tak asing lagi. Sering jumpa setiap ada acara reunian atau acara-acara kopdar seperti malam ini. Saling menyapa dan menanyakan kabar masing-masing.

Ketika kerumunan sudah semakin banyak, kongkow-kongkow di geser lokasinya ke bekas restoran Burger & Grill yang kini sudah bangkrut, agar tak menggangu aktifitas jual beli di warkop dan cucian motor. Pelajar membuat kerumunan sendiri, mereka masih sungkan untuk berbaur dengan yang tua-tua. Alumni tua dan alumni muda membuat kelompoknya sendiri, saling berbincang tentang pekerjaan, nasib, hidup dan hal-hal yang agak berat. Sedangkan pelajar, sayup-sayup terdengar bercerita ngalor ngidul, ceritanya tak jauh dari tawuran. Ditambah lagi ada seorang alumni yang mendongengkan cerita-cerita heroik di masa lalu, merekapun tambah berkesima mendengarnya, hehehe.

Jam sudah menunjukan pukul 4.30, sebentar lagi adzan Subuh berkumandang. Akhirnya kita semua membubarkan diri dengan cerita dan perasaan masing-masing di hati untuk dibawa ke alam mimpi. Terima kasih atas persaudaraan malam ini, sampai jumpa lagi di lain waktu.


Popular posts from this blog

Rute Bus Kota "PPD" Reguler Jaman Dulu

PPD Reguler 10 Jurusan : Terminal Blok M - Terminal Senen. Rute: Terminal Blok M - Radio Dalam - Velbak - Sudirman - Thamrin - Monas - Harmoni - Pasar Baru - Terminal Senen - Tripoli - Pejambon - Gambir - Monas - Dukuh Atas - Thamrin - Sudirman - Pakubuwono - Taman Puring. PPD Reguler 11 Jurusan : Terminal Blok M - Pejambon Rute : Terminal Blok M - Kyai Maja - Barito - Velbak - Pakubuwono - Hang Lekir - Jenderal Sudirman - Imam Bonjol - Diponegoro - Salemba Raya - Kramat Raya - Kwini II - Pejambon PPD Reguler 12 Jurusan : Terminal Blok M - Lapangan Banteng Utara Rute : Terminal Blok M - Iskandarsyah - Senopati - Bundaran Senayan - Jenderal Sudirman - Hotel Indonesia - MH. Thamrin - Merdeka Barat - Majapahit - IR. H. Juanda - Jl. Pos - Gedung Kesenian - Lapangan Banteng Utara PPD Reguler 13 Jurusan : Terminal Lebak Bulus - Pejambon Rute : Terminal Lebak Bulus - RS Fatmawati - Wijaya II - Wijaya I - Senopati - Sudirman - Imam Bonjol - Diponegoro - Salemba Raya - Kramat

Sepenggal Kisah Tragedi Boedoet Kelabu 1989

Ini sepenggal kisah pribadi yang terjadi 20 tahun yang lalu di awal bulan Oktober 1989 di jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat. Bukan bermaksud untuk menguak kembali luka lama yang telah berlalu, tapi ini hanya sebuah cermin bagi generasi-generasi berikutnya untuk lebih menghargai arti sebuah persatuan dan kesatuan diantara sesama anak bangsa. Sebagai salah seorang siswa baru di SMA Negeri 1, saya termaksud orang yang dapat berbangga hati karena dapat diterima disebuah sekolah favorit yang isinya memang banyak dari kalangan anak-anak borju dan pejabat. Mungkin diantara ratusan murid SMA 1 hanya sayalah yang kere dan tak pernah bisa berdandan rapi. Penampilan saya lebih banyak meniru tokoh novel remaja yang ngetop saat itu, Lupus. Baju selalu dikeluarkan dengan kancing bagian atas dibiarkan terbuka. Kedua lengan baju digulung walaupun tak berotot, tas dengan tali yang panjang sampai sebatas paha, sepatu capung alias Butterfly dan tak lupa celana abu-abu yang sudah dekil karena sudah semi

Pemisahan Aliran Kali Bekasi dan Kalimalang, Memisahkan antara Anugrah dan Musibah

Pemisahan Aliran Kali Bekasi dan Kalimalang, Memisahkan antara Anugrah dan Musibah “Entuh (pertemuan Kali Bekasi dengan Kalimalang / Kali Tarum Barat) dulu, kali prempuan ama kali lakian ga pernah nyatu, baru karang-karang enih aja nyatunya.” (“Itu dahulu, kali perempuan dengan kali lelaki tidak pernah bersatu, baru sekarang ini saja bersatunya”). Begitulah yang digambarkan nenek saya ketika bercerita tentang Kali Bekasi dan Kali Tarum Barat atau sering dikenal dengan nama Kalimalang. Kali Bekasi yang mengaliri air dengan deras meliuk-liuk gagah seperti jalan ular dari hulunya di selatan yang berada di pegunungan di Bogor sampai ke muaranya di laut utara Jawa, diidentikkan dengan sosok laki-laki. Sedang kali buatan Kali Tarum Barat (Kalimalang) yang begitu tenang mengaliri air dari Waduk Jatiluhur di sebelah timur ke barat di Bekasi dan Jakarta, digambarkan dengan sosok perempuan. Menurut cerita nenek, awalnya air Kalimalang dengan air Kali Bekasi diceritakan “ga bisa dikawinin” (“tida