![]() |
Foto: Deklarasi Stop Tawuran |
Apa kesan pertama yang kita dapat dengan sosok asing bertitel alumni Boedoet tersebut?. Jawabannya adalah humoris, supel, humbel dan sederet istilah lain untuk menjelaskan bahwa mereka adalah orang-orang yang mudah bergaul. Orang-orang yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, orang-orang yang tidak seseram dan seangker nama besar Boedoet. Nama yang dikenal di seantero Jakarta sebagai pusatnya kenakalan remaja.
Tapi kini mereka bertemu bukan sebagai remaja lagi, mereka saling bertemu karena suatu ikatan persaudaraan yang bernama Boedoet. Kini mereka bertemu kembali untuk membahas sesuatu hal yang lebih serius tentang suatu gerakan. Baik itu berupa gerakan silaturahim maupun gerakan yang bersifat sosial. Kenapa?, Sebab secara finansial mereka sudah termasuk mapan walau belum tergolong berlebih. Setidak-tidaknya jiwa sosial alumni-alumni Boedoet masih melekat kuat, hasil tempaan selama tiga tahun di sekolah dan di jalur.
Lalu kenapa alumni-alumni Boedoet bisa mempunyai kepedulian yang begitu tinggi terhadap almamater dan rekan sesama alumninya?. Jawabannya mudah, Boedoet adalah nama besar yang telah melahirkan nama-nama besar di negeri ini. Mereka-mereka yang telah menjadi 'The Great Men' tersebut memberikan contoh baik kepada junior-juniornya untuk tidak melupakan almamater Boedoet ketika sukses kelak. Dan ketika mereka telah mampu berdikari, maka ada suatu kerinduan untuk berbuat sesuatu juga kepada almamaternya. Maka hal tersebut menjadi suatu kebiasaan baik yang telah membudaya di dalam komunitas Boedoet, baik di SMA maupun di STM.
Hal lain yang membuat solidaritas antar sesama anak Boedoet begitu tinggi adalah fenomena tawuran yang marak di dekade tahun 90an sampai 2000an. Dimana kala itu Boedoet yang masih terdiri dari 5 sekolah mempunyai murid yang tersebar di seantero Jabodetabek. Maka terciptalah genk-genk pelajar berdasarkan rute bis yang searah dengan tempat domisili mereka, genk tersebut lebih dikenal dengan istilah Basis. Puluhan basis Boedoet lahir di era 90an dan sampai saat ini beberapa nama masih melegenda dan tetap eksis di kalangan pelajar dan alumninya.
Kehidupan di basis ini memberikan warna tersendiri dalam kenakalan remaja, khususnya pelajar-pelajar Boedoet. Suasana senioritas, disiplin tinggi saat di jalur, kekerasan antar pelajar dan hal-hal lain yang tidak pernah diajarkan di bangku sekolah. Dan justru pergaulan di basis inilah yang melekatkan jiwa sesama mereka sampai saat ini, dimana saat ini mereka telah tumbuh menjadi manusia dewasa dan telah berperan aktif di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.
Dan hal lain yang membuat anak-anak Boedoet dapat berbaur dan menyesuaikan diri dengan sekitarnya adalah perkenalan mereka sejak dini tentang karakter-karakter kawan mereka yang datang dari penjuru Jabodetabek. Sejak dini mereka sudah belajar dan melihat ribuan karakter orang yang ada di Boedoet. Mereka telah melihat watak-watak orang berdasarkan domisilinya, watak anak Priok, Pulo Gadung, Cililitan, Grogol dan tempat-tempat lain di Jakarta. Dan hal seperti itu mereka pelajari dari kehidupan dan pergaulan sehari-hari di basis dan lingkungan sekolah.
Basis memang sebuah OTB, organisasi tanpa bentuk. Dan mereka hanyalah sekumpulan orang-orang yang berkumpul karena suatu perasaan yang sama, perasaan akan kebanggan pernah mengenyam pendidikan di Boedoet. Dan kini mereka telah berubah menjadi manusia-manusia bertoleransi dan berkepedulian tinggi terhadap sesamanya. Walau pernah dididik di jalan tapi saat ini mereka tetap memilih hidup wajar sebagai manusia beragama dan beradab. Walau masih ada beberapa yang salah jalan, tapi mayoritas alumni Boedoet telah berhijrah kepada kehidupan yang lebih religius.
Jadi jangan ajarkan kami tentang toleransi, kami lebih paham tentang toleransi dari pada para politikus karbitan itu. Damai Boedoetku, Damai Indonesiaku.
Comments
Post a Comment