Skip to main content

19A Kini Dan Selanjutnya, Bagian Pertama


Tidak terasa komunitas 19A telah berusia 21 tahun, tapi keberadaanya antara ada dan tiada. Ada hanya karena keharusan dari sebuah tradisi yang telah melekat didada, walau bergerak sunyi bagaikan pergerakan dibawah tanah. 19A memang hanyalah sebuah rumah singgah yang tak pernah mempunyai pondasi apapun, hanya ada tiang-tiang peyanggah  untuk berdirinya sebuah atap. Rumah singgah untuk bersenda gurau dan bernostalgia akan masa lalu, setelah hal tersebut dirasa cukup mengobati kerinduan maka rumah ini pun akan sepi kembali.

19A memang hanyalah sebuah komunitas terbatas, tanpa ikatan dan tanpa paksaan sehingga untuk masuk didalamnya hanya cukup bermodalkan keiklasan semata. Tapi mungkin hanya segelintir kawan-kawan yang memahami filosofi dari keberadaan 19A tempo dulu, bahwa 19A ada karena saat remaja dahulu kita adalah saudara se-bis. Saudara yang telah berikrar walau tak pernah terucap bahwa kita akan saling menjaga dan saling melindungi satu sama lainnya. Semua telah memahami bahwa didalam 19A ada pertaruhan antara hidup dan mati, ada tawa dan canda, ada air mata dan darah. Maka wajar adanya jika komunitas ini bersua kembali yang ada hanyalah senda gurau akan indahnya sebuah kenangan.

Lalu bagaimana dengan generasi 19A kini? generasi yang tidak pernah menginjakan kaki didalam bis 19A. Apakah masih pantas disebut generasi 19A? sedangkan melihat bentuk dan rupa 19A pun hanya menggunakan akal dan khayalan. Emh...mungkin itulah yang tadi kita sebut, untuk bergabung disini
cukup hanya bermodalkan keiklasan. Termaksud iklas untuk berangkat sendiri-sendiri dengan berbagai
model angkutan umum, mulai dari Bus Way, Metro Mini, Kereta mungkin Bajaj jika memang diperlukan.
Jaman memang telah berubah, siapapun yang tidak berusaha mengikuti perubahan yang datang maka ia
akan ditinggalkan oleh perubahan tersebut. Mungkin itulah yang terjadi dengan nasib Basis-basis di Boedoet
saat ini yang satu persatu mulai hilang dan punah tak berbekas.

Keberadaan dan eksistensi Basis di Boedoet untuk generasi saat ini sudah bergeser dan mungkin  perlu dikaji ulang dari faktor manfaatnya.  Boedoet saat ini memang sudah berubah 180 derajat,  Boedoet yang saat ini hanya tersisa dua sekolahan yaitu SMA Negeri 1 dan SMK Negeri 1 sedang menggeliat dalam hal akademik,
hal tersebut  terbukti dengan gelar RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) yang kini disandang oleh SMK Negeri 1  dan gelar PSB (Pusat Sumber Belajar) di SMA Negeri 1. Sungguh suatu kebanggaan yang luar biasa untuk para alumni sekolah tersebut melihat sebuah perubahan yang terjadi di almamater tercintanya.

Generasi otot yang disandang Boedoet selama puluhan tahun menjadi stigma buruk di mata masyarakat luas, sehingga  menjadi kesulitan tersendiri ketika lulus dan harus berinteraksi dengan masyarakat luas. Diakui atau tidak generasi  otot hanyalah menciptakan sebuah generasi yang hanya siap dalam hal premanisme tapi tidak siap ketika harus bersaing  dalam hal dunia kerja yang tidak hanya menuntut nilai akademik tetapi juga tuntutan akan keahlian serta keterampilan khusus. Boedoet saat ini memang sedang mereformasi dirinya sendiri secara perlahan namun pasti, dari hanya melahirkan generasi-generasi otot kini sudah mulai mempersiapkan infrastruktur serta sumber daya pendidik untuk melahirkan generasi yang baru, generasi yang
berbeda dari generasi yang sebelumnya, generasi itu adalah generasi otak.


Bersambung...

Comments

Popular posts from this blog

Rute Bus Kota "PPD" Reguler Jaman Dulu

PPD Reguler 10 Jurusan : Terminal Blok M - Terminal Senen. Rute: Terminal Blok M - Radio Dalam - Velbak - Sudirman - Thamrin - Monas - Harmoni - Pasar Baru - Terminal Senen - Tripoli - Pejambon - Gambir - Monas - Dukuh Atas - Thamrin - Sudirman - Pakubuwono - Taman Puring. PPD Reguler 11 Jurusan : Terminal Blok M - Pejambon Rute : Terminal Blok M - Kyai Maja - Barito - Velbak - Pakubuwono - Hang Lekir - Jenderal Sudirman - Imam Bonjol - Diponegoro - Salemba Raya - Kramat Raya - Kwini II - Pejambon PPD Reguler 12 Jurusan : Terminal Blok M - Lapangan Banteng Utara Rute : Terminal Blok M - Iskandarsyah - Senopati - Bundaran Senayan - Jenderal Sudirman - Hotel Indonesia - MH. Thamrin - Merdeka Barat - Majapahit - IR. H. Juanda - Jl. Pos - Gedung Kesenian - Lapangan Banteng Utara PPD Reguler 13 Jurusan : Terminal Lebak Bulus - Pejambon Rute : Terminal Lebak Bulus - RS Fatmawati - Wijaya II - Wijaya I - Senopati - Sudirman - Imam Bonjol - Diponegoro - Salemba Raya - Kramat

Sepenggal Kisah Tragedi Boedoet Kelabu 1989

Ini sepenggal kisah pribadi yang terjadi 20 tahun yang lalu di awal bulan Oktober 1989 di jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat. Bukan bermaksud untuk menguak kembali luka lama yang telah berlalu, tapi ini hanya sebuah cermin bagi generasi-generasi berikutnya untuk lebih menghargai arti sebuah persatuan dan kesatuan diantara sesama anak bangsa. Sebagai salah seorang siswa baru di SMA Negeri 1, saya termaksud orang yang dapat berbangga hati karena dapat diterima disebuah sekolah favorit yang isinya memang banyak dari kalangan anak-anak borju dan pejabat. Mungkin diantara ratusan murid SMA 1 hanya sayalah yang kere dan tak pernah bisa berdandan rapi. Penampilan saya lebih banyak meniru tokoh novel remaja yang ngetop saat itu, Lupus. Baju selalu dikeluarkan dengan kancing bagian atas dibiarkan terbuka. Kedua lengan baju digulung walaupun tak berotot, tas dengan tali yang panjang sampai sebatas paha, sepatu capung alias Butterfly dan tak lupa celana abu-abu yang sudah dekil karena sudah semi

Pemisahan Aliran Kali Bekasi dan Kalimalang, Memisahkan antara Anugrah dan Musibah

Pemisahan Aliran Kali Bekasi dan Kalimalang, Memisahkan antara Anugrah dan Musibah “Entuh (pertemuan Kali Bekasi dengan Kalimalang / Kali Tarum Barat) dulu, kali prempuan ama kali lakian ga pernah nyatu, baru karang-karang enih aja nyatunya.” (“Itu dahulu, kali perempuan dengan kali lelaki tidak pernah bersatu, baru sekarang ini saja bersatunya”). Begitulah yang digambarkan nenek saya ketika bercerita tentang Kali Bekasi dan Kali Tarum Barat atau sering dikenal dengan nama Kalimalang. Kali Bekasi yang mengaliri air dengan deras meliuk-liuk gagah seperti jalan ular dari hulunya di selatan yang berada di pegunungan di Bogor sampai ke muaranya di laut utara Jawa, diidentikkan dengan sosok laki-laki. Sedang kali buatan Kali Tarum Barat (Kalimalang) yang begitu tenang mengaliri air dari Waduk Jatiluhur di sebelah timur ke barat di Bekasi dan Jakarta, digambarkan dengan sosok perempuan. Menurut cerita nenek, awalnya air Kalimalang dengan air Kali Bekasi diceritakan “ga bisa dikawinin” (“tida