Kenakalan dan kebodohan yang pernah kita perbuat dikala remaja dahulu sudah tentu menjadi pelajaran yang sangat berharga untuk diri kita dan generasi berikutnya. Banyak kesulitan yang kita dapat akibat kebodohan-kebodohan di masa lalu terutama dalam hal meniti karir pekerjaan saat ini, mungkin tak jadi masalah jika setelah lulus dari Boedoet mereka melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi hingga akhirnya menyandang gelar Sarjana. Lalu bagaimana dengan nasib kawan-kawan kita yang lain? yang harus putus sekolah dari Boedoet karena harus berurusan dengan hukum akibat terlibat tawuran? atau putus sekolah karena kenakalan-kenakalan dan kebodohan lainnya?. Emang gw pikirin!!, memang sebuah jawaban yang sangat sederhana untuk kita melepaskan diri dari beban yang bukan menjadi tanggung jawab kita. Tapi kata-kata itu akan menjadi bumerang ketika kita harus berbicara tentang arti solidaritas didalam kehidupan berkomunitas seperti di 19A contohnya. Kita tidak bisa semaunya melepaskan diri atau memilah-milah hanya untuk berteman dengan yang sudah sukses saja dan menjauhkan diri dari teman-teman yang hidup dan kehidupannya kurang beruntung.
Kehidupan berkomunitas di Basis-basis Boedoet sangatlah berbeda dengan kehidupan di komunitas-komunitas lain pada umumnya. Untuk bergabung di Basis sangatlah mudah dan tak banyak persyaratannya tetapi ketika sudah terikat didalamnya akan sulit untuk melepaskan diri seumur hidupnya. Hal tersebut bukan dikarenakan Basis-basis ini menerapkan aturan bak gangster seperti di film-film Hollywood, sehingga membuat anggotanya takut untuk mengundurkan diri. Tak banyak yang mengerti kenapa dan mengapa keterikatan basis ini adalah keterikatan yang mengikat diri seumur hidup, supaya mudah memahami tentang hal tersebut, penulis akan memberikan penjabarannya.
Fenomena cinta akan almamater mungkin dapat kita jumpai disetiap ikatan alumni yang ada di Indonesia ini, tapi tidak ada cinta akan almamater sehebat di Almamater Boedoet. Para Alumni maupun Veteran masih begitu tergila-gila akan kata-kata "Boedoet" ini, sehingga tak mengherankan jika produk merchandise Boedoet dikalangan Alumni masih laris manis penjualannya. Bisa dikatakan kata-kata "Boedoet" itu memberikan aura tersendiri bagi lulusannya atau pemakai produk-produk merchandisenya, sebuah aura nostalgia dan kebangaan serta kegagahan saat memakai kaos bertuliskan "Boedoet". Mengenakan kaos bertuliskan Boedoet bagi pelajar Budi Utomo adalah penyakit karena dahulu kala dibutuhkan keberanian ganda untuk memakainya apalagi jika hanya seorang diri. Tapi bagi lulusan Budi Utomo mengenakan
atribut "Boedoet" adalah sebuah kebanggaan, karena ketika mereka memakainya akan banyak sapaan-sapaan dari orang yang tidak dikenal. Sapaan-sapaan itu bisa dari sesama Alumni atau dari rivalnya dimasa lalu, karena hal tersebutlah maka tak ada keberanian dari orang-orang diluar almamater untuk memakai atribut ini.
Atribut hanyalah salah satu contoh hal yang membuat cinta Almamater terus berlanjut sampai akhir hayat, contoh yang lain adalah dengan sering diadakannya acara Silahturahim baik yang diadakan oleh ikatan alumni atau elemen di basis. Silahturahim yang sering diadakan ini membuat tali pertemanan yang sudah dijalin sejak remaja itu mau tidak mau terus berlanjut hingga masing-masing dari mereka beranjak dewasa dan berkeluarga. Pertemanan yang dijalin karena faktor kedekatan masa lalu memang cendrung awet dan langgeng, hal tersebut dikarenakan masing-masing pihak tidak memiliki motif kepentingan apapun selain pertemanan dan persaudaraan. Disebabkan faktor itulah satu sama lain berusaha untuk tidak melahirkan sebuah sikap atau tindakan yang dapat mencederai perasaan yang lainnya. Sikap saling menjaga prilaku dan saling menghargai satu sama lainnya inilah yang sering dijunjung tinggi oleh para Alumni didalam kehidupan
ber-basis di almamater Boedoet.
Tetapi Re-generasi angkatan ditiap basis dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini sedikit demi sedikit mulai meredup dan memudar, hal tersebut seiring dengan mulai diperketatnya kedisiplinan pada sekolah di Jalan Budi Utomo terutama di sekolah Tekniknya yang selama ini sudah terkenal dengan ketidak disiplinan pada peraturan sekolah. Dahulu kondisi tersebut Diperparah dengan kehadiran para Alumni yang masih menggangur dan kongkow-kongkow dilingkungan sekitar Jalan Budi Utomo atau menjadi provokator disetiap ajang tawuran pelajar. Tapi kondisi seperti itu kini sudah tidak terlihat lagi dilingkungan sekolah Teknik di Budi Utomo, mungkin hal tersebut dipengaruhi dengan direlokasinya ke-tiga sekolah teknik lainnya dari Jalan Budi Utomo sehingga membawa perubahan yang drastis disini. Tradisi re-generasi basis yang sudah tumbuh subur disini sejak dekade tahun 90an, kini mulai senyap sedikit demi sedikit dengan mulai banyaknya rute-rute bis yang dihapus akibat banyaknya kerusakan yang ditimbulkan dari ekses tawuran pelajar yang makin menggila kala itu. Tradisi ber-basis pelajar-pelajar Budi Utomo ini memang hanya tumbuh subur di Sekolah Teknik saja, sedangkan disekolah tetangganya yaitu SMAN 1 tradisi ber-basis tidaklah terlalu populer. Mungkin hanya segelintir siswanya saja yang nimbrung ikut berbasis dengan anak-anak Teknik, hal tersebut disebabkan karena siswa-siswa SMAN 1 telah disibukan oleh pihak sekolah dengan berbagai macam kegiatan ekstrakulikuler yang berbagai macam jenisnya. Sedangkan kegiatan ekskul di sekolah teknik tidaklah begitu disukai dan kurang polpuler dibandingkan dengan kongkow-kongkow bersama teman se-basis.
Kini kehidupan ber-basis di Boedoet sudah tidak sepopuler dahulu, tawuran dikalangan pelajarpun sudah mulai meredup dan tidak menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat. Dan perubahan pada kurikulum di Budi Utomo telah mengembalikan tujuan awal siswa berangkat ke sekolah yaitu menuntut ilmu, fasilitas sekolah yang lebih lengkap membuat siswa betah berlama-lama disekolah dari pada berkeliaran ke pusat perbelanjaan Pasar Baru. Hal tersebut membuat hati setiap orang tua menjadi lebih tenang untuk mengiklaskan
pilihan buah hatinya untuk bersekolah di Jalan Budi Utomo, kesan angker sudah sirna dari ruas jalan ini. Kini sudah mulai terlihat remaja-remaja putri yang bersekolah di sekolah teknik di Jalan ini, sebuah pemandangan yang langka beberapa tahun yang lalu.
Boedoet telah berevolusi dan mereformasi dirinya untuk menjadi lebih baik, dan para Alumni STMN 1/SMKN 1 telah mendeklarasikan diri dalam sebuah wadah Alumni bernama IKAT 1 (Ikatan Alumni Teknik) pada tgl 18 September 2011 yang lalu. Sebuah wadah yang akan mempersatukan para Alumni STMN 1/SMKN 1 dalam partisipasnya membangun dan membesarkan Almamater tercinta, yang mana pada tujuan akhirnya akan turut memajukan dunia pendidikan di Indonesia ini. IKAT 1 telah berdiri, alumni SMAN 1 telah bergerak jauh dengan IKABU 7 (Ikatan Keluarga Budi Utomo) nya, kita dukung dan doakan ketiga Almamater yang lainnya yang pernah ada di Jalan Budi Utomo ini turut serta membuat wadah serupa nantinya, amin.
Bagaimana dengan 19A? sebuah elemen kecil yang disebut basis. Apakah elemen ini turut mereformasi dirinya menuju kearah yang lebih baik? jawabannya "tidak". 19A sejak pertama kali ada beberapa puluh tahun yang lalu hingga kini tetaplah seperti ini, sebuah komunitas yang tak pernah berbentuk apapun tapi terlihat wujudnya. Komunitas ini harus kita akui kalah jauh dengan kelompok arisan ibu-ibu, Komunitas ini tidak memiliki agenda kerja apapun, apalagi jika harus berbicara visi dan misi akan keberadaannya. Komunitas ini hanyalah sebuah komunitas nostalgia dari dulu hingga sekarang, dimana setiap kali bertemu yang kita lakukan hanyalah ketawa-ketiwi mengenang kenakalan dimasa remaja setelah itu pulang kerumah karena sang istri telah menunggu. Mungkin saat ada silahturahim di komunitas ini yang melibatkan para alumni dan pelajar didalamnya, cerita-cerita masa lalu menjadi sebuah cerita perjuangan yang penuh kisah-kisah heroik, tapi harus kita akui sebagai orang yang telah dewasa dalam segala hal semua itu hanyalah pepesan kosong. Tak heran jika rekan-rekan alumni yang lainnya enggan datang setiap kali diundang ke sebuah acara yang diadakan oleh komunitas ini, karena mereka telah paham tidak ada hasil yang mereka dapat untuk menambah wawasan dan solusi untuk kehidupan kedepannya.
Dan para Alumni di 19A yang kini mayoritas telah menjadi kepala keluarga tentu telah memiliki sebuah tanggung jawab yang lebih besar, sebuah tanggung jawab untuk mencari nafkah demi kelangsungan hidup keluarganya. Bagi seorang pria dewasa tanggung jawab ini adalah sebuah ibadah walau harus diakui didalam hatinya semua ini akan menjadi beban sampai ajal menjemputnya, tapi inilah hidup dan sudah menjadi sebuah keharusan yang tidak dapat ditolaknya. Himpitan ekonomi masih dirasakan oleh mayoritas alumni di komunitas ini, jangankan bicara untuk dapat hidup mapan, memikirkan untuk beli beras atau kontrakan esok hari saja mungkin gajinya sudah tidak cukup. Banyaknya kesulitan-kesulitan dalam kehidupan berkeluarga, mau tak mau membuat kita enggan untuk memikirkan nasib orang lain. Hal tersebut dapat dimaklumi karena akan menambah beban pada diri sendiri, tapi apa tak tergerak hati mendengar teman berkeluh kesah akan kesulitannya?. Teman kitapun akan merasa malu jika harus terus menerus meminta tolong kepada kita, tapi kepada siapa lagi mereka mengadu?. Hanya kita teman yang begitu dekat dengan dirinya, hanya kita yang telah dianggap saudara oleh mereka, jadi jangan pernah kita memalingkan muka dari mereka, menghibur dan memberikan perhatian sudah merupakan sebuah kekuatan untuk mereka kembali berjuang.
Lalu apa solusinya? Bersambung....ke-rantang
Kehidupan berkomunitas di Basis-basis Boedoet sangatlah berbeda dengan kehidupan di komunitas-komunitas lain pada umumnya. Untuk bergabung di Basis sangatlah mudah dan tak banyak persyaratannya tetapi ketika sudah terikat didalamnya akan sulit untuk melepaskan diri seumur hidupnya. Hal tersebut bukan dikarenakan Basis-basis ini menerapkan aturan bak gangster seperti di film-film Hollywood, sehingga membuat anggotanya takut untuk mengundurkan diri. Tak banyak yang mengerti kenapa dan mengapa keterikatan basis ini adalah keterikatan yang mengikat diri seumur hidup, supaya mudah memahami tentang hal tersebut, penulis akan memberikan penjabarannya.
Fenomena cinta akan almamater mungkin dapat kita jumpai disetiap ikatan alumni yang ada di Indonesia ini, tapi tidak ada cinta akan almamater sehebat di Almamater Boedoet. Para Alumni maupun Veteran masih begitu tergila-gila akan kata-kata "Boedoet" ini, sehingga tak mengherankan jika produk merchandise Boedoet dikalangan Alumni masih laris manis penjualannya. Bisa dikatakan kata-kata "Boedoet" itu memberikan aura tersendiri bagi lulusannya atau pemakai produk-produk merchandisenya, sebuah aura nostalgia dan kebangaan serta kegagahan saat memakai kaos bertuliskan "Boedoet". Mengenakan kaos bertuliskan Boedoet bagi pelajar Budi Utomo adalah penyakit karena dahulu kala dibutuhkan keberanian ganda untuk memakainya apalagi jika hanya seorang diri. Tapi bagi lulusan Budi Utomo mengenakan
atribut "Boedoet" adalah sebuah kebanggaan, karena ketika mereka memakainya akan banyak sapaan-sapaan dari orang yang tidak dikenal. Sapaan-sapaan itu bisa dari sesama Alumni atau dari rivalnya dimasa lalu, karena hal tersebutlah maka tak ada keberanian dari orang-orang diluar almamater untuk memakai atribut ini.
Atribut hanyalah salah satu contoh hal yang membuat cinta Almamater terus berlanjut sampai akhir hayat, contoh yang lain adalah dengan sering diadakannya acara Silahturahim baik yang diadakan oleh ikatan alumni atau elemen di basis. Silahturahim yang sering diadakan ini membuat tali pertemanan yang sudah dijalin sejak remaja itu mau tidak mau terus berlanjut hingga masing-masing dari mereka beranjak dewasa dan berkeluarga. Pertemanan yang dijalin karena faktor kedekatan masa lalu memang cendrung awet dan langgeng, hal tersebut dikarenakan masing-masing pihak tidak memiliki motif kepentingan apapun selain pertemanan dan persaudaraan. Disebabkan faktor itulah satu sama lain berusaha untuk tidak melahirkan sebuah sikap atau tindakan yang dapat mencederai perasaan yang lainnya. Sikap saling menjaga prilaku dan saling menghargai satu sama lainnya inilah yang sering dijunjung tinggi oleh para Alumni didalam kehidupan
ber-basis di almamater Boedoet.
Tetapi Re-generasi angkatan ditiap basis dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini sedikit demi sedikit mulai meredup dan memudar, hal tersebut seiring dengan mulai diperketatnya kedisiplinan pada sekolah di Jalan Budi Utomo terutama di sekolah Tekniknya yang selama ini sudah terkenal dengan ketidak disiplinan pada peraturan sekolah. Dahulu kondisi tersebut Diperparah dengan kehadiran para Alumni yang masih menggangur dan kongkow-kongkow dilingkungan sekitar Jalan Budi Utomo atau menjadi provokator disetiap ajang tawuran pelajar. Tapi kondisi seperti itu kini sudah tidak terlihat lagi dilingkungan sekolah Teknik di Budi Utomo, mungkin hal tersebut dipengaruhi dengan direlokasinya ke-tiga sekolah teknik lainnya dari Jalan Budi Utomo sehingga membawa perubahan yang drastis disini. Tradisi re-generasi basis yang sudah tumbuh subur disini sejak dekade tahun 90an, kini mulai senyap sedikit demi sedikit dengan mulai banyaknya rute-rute bis yang dihapus akibat banyaknya kerusakan yang ditimbulkan dari ekses tawuran pelajar yang makin menggila kala itu. Tradisi ber-basis pelajar-pelajar Budi Utomo ini memang hanya tumbuh subur di Sekolah Teknik saja, sedangkan disekolah tetangganya yaitu SMAN 1 tradisi ber-basis tidaklah terlalu populer. Mungkin hanya segelintir siswanya saja yang nimbrung ikut berbasis dengan anak-anak Teknik, hal tersebut disebabkan karena siswa-siswa SMAN 1 telah disibukan oleh pihak sekolah dengan berbagai macam kegiatan ekstrakulikuler yang berbagai macam jenisnya. Sedangkan kegiatan ekskul di sekolah teknik tidaklah begitu disukai dan kurang polpuler dibandingkan dengan kongkow-kongkow bersama teman se-basis.
Kini kehidupan ber-basis di Boedoet sudah tidak sepopuler dahulu, tawuran dikalangan pelajarpun sudah mulai meredup dan tidak menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat. Dan perubahan pada kurikulum di Budi Utomo telah mengembalikan tujuan awal siswa berangkat ke sekolah yaitu menuntut ilmu, fasilitas sekolah yang lebih lengkap membuat siswa betah berlama-lama disekolah dari pada berkeliaran ke pusat perbelanjaan Pasar Baru. Hal tersebut membuat hati setiap orang tua menjadi lebih tenang untuk mengiklaskan
pilihan buah hatinya untuk bersekolah di Jalan Budi Utomo, kesan angker sudah sirna dari ruas jalan ini. Kini sudah mulai terlihat remaja-remaja putri yang bersekolah di sekolah teknik di Jalan ini, sebuah pemandangan yang langka beberapa tahun yang lalu.
Boedoet telah berevolusi dan mereformasi dirinya untuk menjadi lebih baik, dan para Alumni STMN 1/SMKN 1 telah mendeklarasikan diri dalam sebuah wadah Alumni bernama IKAT 1 (Ikatan Alumni Teknik) pada tgl 18 September 2011 yang lalu. Sebuah wadah yang akan mempersatukan para Alumni STMN 1/SMKN 1 dalam partisipasnya membangun dan membesarkan Almamater tercinta, yang mana pada tujuan akhirnya akan turut memajukan dunia pendidikan di Indonesia ini. IKAT 1 telah berdiri, alumni SMAN 1 telah bergerak jauh dengan IKABU 7 (Ikatan Keluarga Budi Utomo) nya, kita dukung dan doakan ketiga Almamater yang lainnya yang pernah ada di Jalan Budi Utomo ini turut serta membuat wadah serupa nantinya, amin.
Bagaimana dengan 19A? sebuah elemen kecil yang disebut basis. Apakah elemen ini turut mereformasi dirinya menuju kearah yang lebih baik? jawabannya "tidak". 19A sejak pertama kali ada beberapa puluh tahun yang lalu hingga kini tetaplah seperti ini, sebuah komunitas yang tak pernah berbentuk apapun tapi terlihat wujudnya. Komunitas ini harus kita akui kalah jauh dengan kelompok arisan ibu-ibu, Komunitas ini tidak memiliki agenda kerja apapun, apalagi jika harus berbicara visi dan misi akan keberadaannya. Komunitas ini hanyalah sebuah komunitas nostalgia dari dulu hingga sekarang, dimana setiap kali bertemu yang kita lakukan hanyalah ketawa-ketiwi mengenang kenakalan dimasa remaja setelah itu pulang kerumah karena sang istri telah menunggu. Mungkin saat ada silahturahim di komunitas ini yang melibatkan para alumni dan pelajar didalamnya, cerita-cerita masa lalu menjadi sebuah cerita perjuangan yang penuh kisah-kisah heroik, tapi harus kita akui sebagai orang yang telah dewasa dalam segala hal semua itu hanyalah pepesan kosong. Tak heran jika rekan-rekan alumni yang lainnya enggan datang setiap kali diundang ke sebuah acara yang diadakan oleh komunitas ini, karena mereka telah paham tidak ada hasil yang mereka dapat untuk menambah wawasan dan solusi untuk kehidupan kedepannya.
Dan para Alumni di 19A yang kini mayoritas telah menjadi kepala keluarga tentu telah memiliki sebuah tanggung jawab yang lebih besar, sebuah tanggung jawab untuk mencari nafkah demi kelangsungan hidup keluarganya. Bagi seorang pria dewasa tanggung jawab ini adalah sebuah ibadah walau harus diakui didalam hatinya semua ini akan menjadi beban sampai ajal menjemputnya, tapi inilah hidup dan sudah menjadi sebuah keharusan yang tidak dapat ditolaknya. Himpitan ekonomi masih dirasakan oleh mayoritas alumni di komunitas ini, jangankan bicara untuk dapat hidup mapan, memikirkan untuk beli beras atau kontrakan esok hari saja mungkin gajinya sudah tidak cukup. Banyaknya kesulitan-kesulitan dalam kehidupan berkeluarga, mau tak mau membuat kita enggan untuk memikirkan nasib orang lain. Hal tersebut dapat dimaklumi karena akan menambah beban pada diri sendiri, tapi apa tak tergerak hati mendengar teman berkeluh kesah akan kesulitannya?. Teman kitapun akan merasa malu jika harus terus menerus meminta tolong kepada kita, tapi kepada siapa lagi mereka mengadu?. Hanya kita teman yang begitu dekat dengan dirinya, hanya kita yang telah dianggap saudara oleh mereka, jadi jangan pernah kita memalingkan muka dari mereka, menghibur dan memberikan perhatian sudah merupakan sebuah kekuatan untuk mereka kembali berjuang.
Lalu apa solusinya? Bersambung....ke-rantang
Comments
Post a Comment