Skip to main content

Stasiun Gambir (Weltevreden)

Di Jakarta banyak wilayah yang memiliki sejarah panjang. Salah satunya Gambir. Dulu daerah Ini disebut Weltevreden. Pembangunan wilayah ini ditujukan untuk kawasan pemerintahan Hindia Belanda.

Semula kawasan ini merupakan tanah rawa. Banyak Ilalang tumbuh di sana. Pemilik pertamanya adalah Anthony Paviljoen. Pada 1658 lahan ini disewakan kepada orang China.

Pada 1697. lahan yang oleh penyewanya dijadikan kebun sayur-mayur dan perkebunan tebu ini dibeli oleh Cornelis Chastelein. Cornelis membangun sebuah rumah dengan dua kincir penggilingan tebu. Mungkin dialah yang memberi nama Wdtevredcn. yang diartikan sungguh puas.

Kepemilikan wilayah Ini sempat beberapa kali berpindah tangan. Pada perkembangannya, sebagian dijadikan sebagai tempat peristirahatan. Sebagian lainnya untuk-lokasi pasar.

Akhirnya pada zaman Gubernur Jenderal Daen-dels kawasan Weltevreden dikembangkan menjadi pusat pemerintahan. menggantikan kedudukan kota lama Batavia. Ketika Itu kondisi kota lama semakin buruk karena wabah penyakit.

Sejak berkembang menjadi pusat pemerintahan, di Weltevreden banyak didirikan bangunan megah [Sejarah Kelurahan Gambir. 1984).

Beberapa bangunan Itu masih dapat disaksikan generasi sekarang, antara lain Istana Merdeka-eks kediaman gubernur jendral-di Jalan Medan Merdeka Utara sekarang. Di Jalan Medan Merdeka Selatan terdapat Balai Kota Jakarta dan Istana Wakil Presiden. DI Jalan Medan Merdeka Barat terdapat Museum Nasional dan Kementerian PeT- tahanan. Di Jalan Medan Merdeka Timur terdapat Gereja Imanuel.

Berbagai fasilitas Juga dibangun. Mula-mula Jalan kereta api. Pada 1900-an di muka kediaman gubernur Jenderal (kini Istana Merdeka) didirikan kantor telepon, taman, bioskop, hotel, dan alr mancur. Beberapa bangunan Ini telah dihancurkan karena pesatnya pembangunan fisik di zaman modern.

Secara resmi nama Gambir mulai dipakai pada , 1969. Mungkin nama ini berasal dari nama pohon yang pernah tumbuh di wilayah Ini, yakni gambir. Getah gambir merupakan ramuan untuk makan sirih. Tidak aneh wilayah Kebon Sirih berdampingan letaknya dengan wilayah Gambir.

Sebagian besar penduduk Gambir merupakan pendatang dari Jawa Barat. Mereka mulai menetap sekitar tahun 1950 karena adanya kekacauan oleh gerombolan DI/TII. Orang Jawa Tengah dan Jawa Timur Juga banyak yang menetap di sini karena Stasiun Gambir merupakan tempat persinggahan yang baik bagi orang-orang yang datang ke Jakarta.

Dj ulian to Susan tio. , pemerhati ijarah dan budaya)
SUMBER: http://bataviase.co.id/node/467927

Comments

Popular posts from this blog

Rute Bus Kota "PPD" Reguler Jaman Dulu

PPD Reguler 10 Jurusan : Terminal Blok M - Terminal Senen. Rute: Terminal Blok M - Radio Dalam - Velbak - Sudirman - Thamrin - Monas - Harmoni - Pasar Baru - Terminal Senen - Tripoli - Pejambon - Gambir - Monas - Dukuh Atas - Thamrin - Sudirman - Pakubuwono - Taman Puring. PPD Reguler 11 Jurusan : Terminal Blok M - Pejambon Rute : Terminal Blok M - Kyai Maja - Barito - Velbak - Pakubuwono - Hang Lekir - Jenderal Sudirman - Imam Bonjol - Diponegoro - Salemba Raya - Kramat Raya - Kwini II - Pejambon PPD Reguler 12 Jurusan : Terminal Blok M - Lapangan Banteng Utara Rute : Terminal Blok M - Iskandarsyah - Senopati - Bundaran Senayan - Jenderal Sudirman - Hotel Indonesia - MH. Thamrin - Merdeka Barat - Majapahit - IR. H. Juanda - Jl. Pos - Gedung Kesenian - Lapangan Banteng Utara PPD Reguler 13 Jurusan : Terminal Lebak Bulus - Pejambon Rute : Terminal Lebak Bulus - RS Fatmawati - Wijaya II - Wijaya I - Senopati - Sudirman - Imam Bonjol - Diponegoro - Salemba Raya - Kramat

Sepenggal Kisah Tragedi Boedoet Kelabu 1989

Ini sepenggal kisah pribadi yang terjadi 20 tahun yang lalu di awal bulan Oktober 1989 di jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat. Bukan bermaksud untuk menguak kembali luka lama yang telah berlalu, tapi ini hanya sebuah cermin bagi generasi-generasi berikutnya untuk lebih menghargai arti sebuah persatuan dan kesatuan diantara sesama anak bangsa. Sebagai salah seorang siswa baru di SMA Negeri 1, saya termaksud orang yang dapat berbangga hati karena dapat diterima disebuah sekolah favorit yang isinya memang banyak dari kalangan anak-anak borju dan pejabat. Mungkin diantara ratusan murid SMA 1 hanya sayalah yang kere dan tak pernah bisa berdandan rapi. Penampilan saya lebih banyak meniru tokoh novel remaja yang ngetop saat itu, Lupus. Baju selalu dikeluarkan dengan kancing bagian atas dibiarkan terbuka. Kedua lengan baju digulung walaupun tak berotot, tas dengan tali yang panjang sampai sebatas paha, sepatu capung alias Butterfly dan tak lupa celana abu-abu yang sudah dekil karena sudah semi

Pemisahan Aliran Kali Bekasi dan Kalimalang, Memisahkan antara Anugrah dan Musibah

Pemisahan Aliran Kali Bekasi dan Kalimalang, Memisahkan antara Anugrah dan Musibah “Entuh (pertemuan Kali Bekasi dengan Kalimalang / Kali Tarum Barat) dulu, kali prempuan ama kali lakian ga pernah nyatu, baru karang-karang enih aja nyatunya.” (“Itu dahulu, kali perempuan dengan kali lelaki tidak pernah bersatu, baru sekarang ini saja bersatunya”). Begitulah yang digambarkan nenek saya ketika bercerita tentang Kali Bekasi dan Kali Tarum Barat atau sering dikenal dengan nama Kalimalang. Kali Bekasi yang mengaliri air dengan deras meliuk-liuk gagah seperti jalan ular dari hulunya di selatan yang berada di pegunungan di Bogor sampai ke muaranya di laut utara Jawa, diidentikkan dengan sosok laki-laki. Sedang kali buatan Kali Tarum Barat (Kalimalang) yang begitu tenang mengaliri air dari Waduk Jatiluhur di sebelah timur ke barat di Bekasi dan Jakarta, digambarkan dengan sosok perempuan. Menurut cerita nenek, awalnya air Kalimalang dengan air Kali Bekasi diceritakan “ga bisa dikawinin” (“tida