Skip to main content

H. Adang Daradjatun (SMAN 1)

H. Adang Daradjatun

Drs. H. Adang Daradjatun, dilahirkan di Bogor 13 Mei 1949. Beliau sudah akrab dengan dunia hukum sejak dini. Karena Ayah beliau adalah seorang yang juga berkecimpung di dalam dunia hukum, yaitu sebagai Jaksa. Meski semula, cerita Drs. Adang, ayahnya menginginkan dirinya untuk menjadi dokter, insinyur dan cita-cita kebanyakan orang tua jaman dulu pada umumnya. Namun, Adang tetap bersikukuh pada keyakinannya, kalau ia ingin jadi polisi yang baik dan benar. Alhasil, Ayahnya pun tidak memaksa lagi. setamat SMA di Bandung, rencana sang Ayah yang semula meminta Adang untuk masuk ITB atau UNPAD, urung, karena Adang masuk ke Akademi Kepolisian.


Ini terjadi tahun 1968 sampai tiga tahun kemudian Adang berhasil menyelesaikan pendidikan AKABRI dan tahun 1971 pangkat Letda Polisi pun disandangnya. Sebelumnya, Adang menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Pertama di Jakarta.

Ia sempat masuk ke SMA 1 Budi Utomo Jakarta, namun tidak selesai karena penugasan sang Ayah ke Bandung, kemudian Adang menyelesaikan pendidikannya di SMA 3 Bandung.

Perjalanan karir Tahun 1971, jabatan yang pertama kali ada di pundaknya adalah sebagai Inspektur Dinas Komando Sektor Kota 711 Jakarta Pusat. Setahun berselang, Drs. Adang diberi tanggung jawab untuk menjabat sebagai KASI Pengawasan Keselamatan Negara (PKN) Komando Sektor Kota 711 Jakpus. Dari Jakarta Pusat, berpindah ke Jakarta Utara, yaitu pada tahun 1975, Drs. Adang kembali diberi kepercayaan dan amanah untuk menjabat sebagai Kasi Sabhara Komando Sektor Kota 722 Jakarta Utara. Tahun 1976, adalah untuk pertama kalinya, Adang berada di balik Menhankam Pangab, jabatannya adalah sebagai Ajudan.Selepas tugas sebagai ajudan terselesaikan dengan baik, pada tahun 1980, pangkat di pundak Adang sudah bertambah lagi, kini namanya dilengkapi gelar atau pangkat Kapten Polisi.

Drs. Adang ditugaskan untuk menjadi Kapolsek Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Kemudian Adang bertutur-turut menjadi:

KASUBBAG ANEV SRENA POLDA METRO JAYA TAHUN 1983.
KAROOPS POLRES JAKSEL POLDA METRO JAYA TAHUN 1983.
WAKAPOLRES JAKSEL POLDA METRO JAYA TAHUN 1984.
KABAG SOSBUD DIT INTELIJEN DAN PENGAMANAN POLDA METRO JAYA TAHUN 1986.
KABAG SOSPOL DIT INTELIJEN DAN PENGAMANAN POLRI TAHUN 1987.
KABAG PENGAWASAN SENJATA API DAN BAHAN PELEDAK DIT INTELPAM POLRI TAHUN 1989.
KADIT INTELIJEN DAN PENGAMAN POLDA MALUKU TAHUN 1990.
WAKASUBDIT PENGAWASAN SENJATA API DAN BAHAN PELEDAK DIT INTELPAM POLRI TAHUN 1992.
INSTRUKTUR UTAMA / GADIK PERGURUAN TINGGI ILMU KEPOLISIAN TAHUN 1993.
PERWIRA PEMBANTU III / PERENCANAAN PROGRAM DAN ANGGARAN SRENA POLRI TAHUN 1994.
Boleh dikatakan sejak permulaan tahun 1997 adalah catatan sejarah yang membingkai tubuh Polri, di tahun inilah Polri resmi memisahkan diri dari TNI.
Saat itu, tahun 1997, Adang sudah menjadi Brigadir Jenderal Polisi. Dan tugas serta tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya tidak mudah, karena dirinya diberi amanah untuk menjadi Wakil Asisten Perencanaan dan Anggaran Kapolri, tepatnya tanggal 1 April 1997 dan tiga bulan kemudian menjadi Asisten Perencanaan dan Anggaran Kapolri, tepatnya 5 Juli 1997. Kemandirian POLRI dengan memisahkan diri dari TNI mendapatkan reaksi yang sangat positif dari masyarakat. Masyarakat menganggap, selama ini POLRI ada di bawah bayang-bayang TNI. Namun pada perjalannya kemudian tahun 2002, saat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 disahkan, kemandirian POLRI dan kesejahteraan institusi sangat terlihat jelas perbedaannya.

Drs. Adang menguraikan, misalnya saja untuk anggaran yang dikucurkan dari Pemerintah melalui APBN teralokasikan untuk menunjang operasional Polri.

“Mobil-mobil patroli tidak tampil jelek lagi, bukan?” cetus Jenderal Adang, pria dengan logat Sunda kental ini ketika menuturkan. Menilai Institusi Polri Jenderal yang berpembawaan ramah dan bersahaja ini menegaskan, bahwa visi dan misi Polri sebagai pengayom dan pelindung masyarakat bukan sekedar slogan semata, tetapi jelas pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari oleh anggota polisi itu sendiri dan masyarakat. Contohnya cerita Adang, dulu, ketika ia masih menjabat Kapten Polisi dan menjadi Kapolsek di Kebayoran Lama, kedekatannya dengan masyarakat cukup terpelihara dan intens berinteraksi. Ia tidak memposisikan dirinya terlalu tinggi dan enggan menyapa masyarakat sekitar wilayah yang dikepalainya.

Bukan sekali dua kali, H. Adang, begitu ia biasa dipanggil oleh masyarakat yang dulu mengenalnya dengan dekat, terutama warga Kebayoran Baru Jaksel – duduk bareng dan ngopi bersama warga, menyapa bapak pedagang dan ibu-ibu di pasar. Semua keakraban itu menjadi kenangan dan kesan tersendiri bagi Adang, bahwa Polisi seharusnya memang menjadi sosok yang disegani, bukan ditakuti. Itulah H Adang Daradjatun yang sekarang bertekad kuat untuk mendarmabaktikan hidupnya untuk melayani, memberi kebahagiaan, keamanan dan peningkatan kesejahteraan khususnya kepada masyarakat DKI Jakarta dengan pencalonan – nya oleh PKS (Partai Keadilan Sejahtera) & banyak elemen di semua lapisan masyarakat, sebagai CALON GUBERNUR DKI JAKARTA bersama H Dani Anwar. Semua itu menurut beliau adalah dalam rangka ibadah mengharap Ridho Allah SWT. Sejumlah aksi sosial, olahraga, budaya, kesehatan, keamanan, advokasi, dsb mereka berdua lakukan karena mereka memang sangat peduli untuk membenahi DKI Jakarta, ibukota tempat tinggal yang sangat kita cintai ini dengan slogan dan ajakannya : “AYO BENAHI JAKARTA – BERSAMA KITA BISA”

(Henri-S) – Sumber : http://www.pks-jaksel.or.id/


Comments

Popular posts from this blog

Rute Bus Kota "PPD" Reguler Jaman Dulu

PPD Reguler 10 Jurusan : Terminal Blok M - Terminal Senen. Rute: Terminal Blok M - Radio Dalam - Velbak - Sudirman - Thamrin - Monas - Harmoni - Pasar Baru - Terminal Senen - Tripoli - Pejambon - Gambir - Monas - Dukuh Atas - Thamrin - Sudirman - Pakubuwono - Taman Puring. PPD Reguler 11 Jurusan : Terminal Blok M - Pejambon Rute : Terminal Blok M - Kyai Maja - Barito - Velbak - Pakubuwono - Hang Lekir - Jenderal Sudirman - Imam Bonjol - Diponegoro - Salemba Raya - Kramat Raya - Kwini II - Pejambon PPD Reguler 12 Jurusan : Terminal Blok M - Lapangan Banteng Utara Rute : Terminal Blok M - Iskandarsyah - Senopati - Bundaran Senayan - Jenderal Sudirman - Hotel Indonesia - MH. Thamrin - Merdeka Barat - Majapahit - IR. H. Juanda - Jl. Pos - Gedung Kesenian - Lapangan Banteng Utara PPD Reguler 13 Jurusan : Terminal Lebak Bulus - Pejambon Rute : Terminal Lebak Bulus - RS Fatmawati - Wijaya II - Wijaya I - Senopati - Sudirman - Imam Bonjol - Diponegoro - Salemba Raya - Kramat

Sepenggal Kisah Tragedi Boedoet Kelabu 1989

Ini sepenggal kisah pribadi yang terjadi 20 tahun yang lalu di awal bulan Oktober 1989 di jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat. Bukan bermaksud untuk menguak kembali luka lama yang telah berlalu, tapi ini hanya sebuah cermin bagi generasi-generasi berikutnya untuk lebih menghargai arti sebuah persatuan dan kesatuan diantara sesama anak bangsa. Sebagai salah seorang siswa baru di SMA Negeri 1, saya termaksud orang yang dapat berbangga hati karena dapat diterima disebuah sekolah favorit yang isinya memang banyak dari kalangan anak-anak borju dan pejabat. Mungkin diantara ratusan murid SMA 1 hanya sayalah yang kere dan tak pernah bisa berdandan rapi. Penampilan saya lebih banyak meniru tokoh novel remaja yang ngetop saat itu, Lupus. Baju selalu dikeluarkan dengan kancing bagian atas dibiarkan terbuka. Kedua lengan baju digulung walaupun tak berotot, tas dengan tali yang panjang sampai sebatas paha, sepatu capung alias Butterfly dan tak lupa celana abu-abu yang sudah dekil karena sudah semi

Pemisahan Aliran Kali Bekasi dan Kalimalang, Memisahkan antara Anugrah dan Musibah

Pemisahan Aliran Kali Bekasi dan Kalimalang, Memisahkan antara Anugrah dan Musibah “Entuh (pertemuan Kali Bekasi dengan Kalimalang / Kali Tarum Barat) dulu, kali prempuan ama kali lakian ga pernah nyatu, baru karang-karang enih aja nyatunya.” (“Itu dahulu, kali perempuan dengan kali lelaki tidak pernah bersatu, baru sekarang ini saja bersatunya”). Begitulah yang digambarkan nenek saya ketika bercerita tentang Kali Bekasi dan Kali Tarum Barat atau sering dikenal dengan nama Kalimalang. Kali Bekasi yang mengaliri air dengan deras meliuk-liuk gagah seperti jalan ular dari hulunya di selatan yang berada di pegunungan di Bogor sampai ke muaranya di laut utara Jawa, diidentikkan dengan sosok laki-laki. Sedang kali buatan Kali Tarum Barat (Kalimalang) yang begitu tenang mengaliri air dari Waduk Jatiluhur di sebelah timur ke barat di Bekasi dan Jakarta, digambarkan dengan sosok perempuan. Menurut cerita nenek, awalnya air Kalimalang dengan air Kali Bekasi diceritakan “ga bisa dikawinin” (“tida