Skip to main content

Boedoet Memang Jago Berantem



Chairul Tandjung, Ketua Alumni SMA Negeri 1 alias SMA Boedi Oetomo (Boedoet), mengakui jika bekas sekolahnya tersebut dikenal sebagai sekolah yang murid-muridnya jago berkelahi.

"Kami ini Pak, dikenal sebagai yang jago berkelahi," ujar Chairul kepada Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Senin (25/5), di Jakarta.

Hal tersebut diungkapkan bos dari dua stasiun televisi swasta, Trans TV dan Trans 7, tersebut, dalam kata sambutannya pada gelaran serah terima renovasi gedung SMA tersebut kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Dalam kesempatan itu, selain Fauzi, hadir juga sejumlah petinggi Pemprov DKI Jakarta.

"Tapi itu dulu Pak," tambah Chairul, yang langsung menimpali pernyataan sebelumnya.

"Kita berupaya agar itu tidak `turun` kepada yang muda-muda ini," tambah pria lulusan tahun 1981 dari sekolah yang berkawasan tak jauh dari Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, itu.

Meski masih SMA Boedoet masih menyandang gelar "jago berkelahi", namun Chairul juga menyampaikan bahwa sekolah tersebut juga telah berhasil mencetak orang-orang yang terkenal dan pejabat di tingkat pemerintahan, maupun para pengusaha sukses. Nama-nama kenamaan tersebut, kata Chairul, tak bakal tenggelam, meski sudah banyak berbagai sekolah yang telah melampaui ketenaran SMA Boedoet.

Dengan bangga, Chairul memamerkan kemampuan kerja keras para alumni sekolah ini, dalam melakukan berbagai renovasi, perbaikan, dan penyediaan peralatan, agar memunculkan hasil yang lebih baik bagi gedung sekolah. "Proses renovasi dilakukan, tanpa merusak bangunan aslinya," ujarnya.

Chairul juga menyatakan, prosess renovasi gedung sekolah ini, berasal dari pengurus alumni Ikaboedoet --organisasi yang menaungi para alumni SMA Boedoet.

Selain Chairul, beberapa nama tenar alumni SMA Boedoet yang hadir dalam acara tersebut, yakni Dina Marianna, Ayu Diah Pasha, dan Adang Daradjatun, mantan Wakil Kepala Polri. [EL]

Comments

Popular posts from this blog

Rute Bus Kota "PPD" Reguler Jaman Dulu

PPD Reguler 10 Jurusan : Terminal Blok M - Terminal Senen. Rute: Terminal Blok M - Radio Dalam - Velbak - Sudirman - Thamrin - Monas - Harmoni - Pasar Baru - Terminal Senen - Tripoli - Pejambon - Gambir - Monas - Dukuh Atas - Thamrin - Sudirman - Pakubuwono - Taman Puring. PPD Reguler 11 Jurusan : Terminal Blok M - Pejambon Rute : Terminal Blok M - Kyai Maja - Barito - Velbak - Pakubuwono - Hang Lekir - Jenderal Sudirman - Imam Bonjol - Diponegoro - Salemba Raya - Kramat Raya - Kwini II - Pejambon PPD Reguler 12 Jurusan : Terminal Blok M - Lapangan Banteng Utara Rute : Terminal Blok M - Iskandarsyah - Senopati - Bundaran Senayan - Jenderal Sudirman - Hotel Indonesia - MH. Thamrin - Merdeka Barat - Majapahit - IR. H. Juanda - Jl. Pos - Gedung Kesenian - Lapangan Banteng Utara PPD Reguler 13 Jurusan : Terminal Lebak Bulus - Pejambon Rute : Terminal Lebak Bulus - RS Fatmawati - Wijaya II - Wijaya I - Senopati - Sudirman - Imam Bonjol - Diponegoro - Salemba Raya - Kramat

Sepenggal Kisah Tragedi Boedoet Kelabu 1989

Ini sepenggal kisah pribadi yang terjadi 20 tahun yang lalu di awal bulan Oktober 1989 di jalan Budi Utomo, Jakarta Pusat. Bukan bermaksud untuk menguak kembali luka lama yang telah berlalu, tapi ini hanya sebuah cermin bagi generasi-generasi berikutnya untuk lebih menghargai arti sebuah persatuan dan kesatuan diantara sesama anak bangsa. Sebagai salah seorang siswa baru di SMA Negeri 1, saya termaksud orang yang dapat berbangga hati karena dapat diterima disebuah sekolah favorit yang isinya memang banyak dari kalangan anak-anak borju dan pejabat. Mungkin diantara ratusan murid SMA 1 hanya sayalah yang kere dan tak pernah bisa berdandan rapi. Penampilan saya lebih banyak meniru tokoh novel remaja yang ngetop saat itu, Lupus. Baju selalu dikeluarkan dengan kancing bagian atas dibiarkan terbuka. Kedua lengan baju digulung walaupun tak berotot, tas dengan tali yang panjang sampai sebatas paha, sepatu capung alias Butterfly dan tak lupa celana abu-abu yang sudah dekil karena sudah semi

Pemisahan Aliran Kali Bekasi dan Kalimalang, Memisahkan antara Anugrah dan Musibah

Pemisahan Aliran Kali Bekasi dan Kalimalang, Memisahkan antara Anugrah dan Musibah “Entuh (pertemuan Kali Bekasi dengan Kalimalang / Kali Tarum Barat) dulu, kali prempuan ama kali lakian ga pernah nyatu, baru karang-karang enih aja nyatunya.” (“Itu dahulu, kali perempuan dengan kali lelaki tidak pernah bersatu, baru sekarang ini saja bersatunya”). Begitulah yang digambarkan nenek saya ketika bercerita tentang Kali Bekasi dan Kali Tarum Barat atau sering dikenal dengan nama Kalimalang. Kali Bekasi yang mengaliri air dengan deras meliuk-liuk gagah seperti jalan ular dari hulunya di selatan yang berada di pegunungan di Bogor sampai ke muaranya di laut utara Jawa, diidentikkan dengan sosok laki-laki. Sedang kali buatan Kali Tarum Barat (Kalimalang) yang begitu tenang mengaliri air dari Waduk Jatiluhur di sebelah timur ke barat di Bekasi dan Jakarta, digambarkan dengan sosok perempuan. Menurut cerita nenek, awalnya air Kalimalang dengan air Kali Bekasi diceritakan “ga bisa dikawinin” (“tida